DENPASAR - Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan berkedok asuransi yang dilakukan PT Bali Consultan Life Insurance (Balicon) di PN Denpasar, Selasa (21/6), ditingkahi aksi usung keranda mayat oleh sejumlah nasabah Balicon. Bahkan, usai sidang, puluhan nasabah sempat mengejar dan memukul mobil yang membawa terdakwa Made Paris Adnyana, Big Boss PT Balicon.
Ketegangan sebetulnya sudah terjadi sebelum persidangan di PN Denpasar dimulai, Selasa kemarin. Ketika itu, sejumlah nasabah Balicon mengusung
keranda mayat berisi tulisan ‘Sudah 18 Orang Meninggal, Sekarang Giliranmu, Nyawamu kami Jemput untuk Melengkapi Upacara Ngaben. Nyawa Dibayar Nyawa’. Selain keranda mayat, sejumlah nasabah Balicon juga datang ke PN Denpasar dengan membawa poster berisi hujatan terhadap terdakwa Paris Adnyana.
keranda mayat berisi tulisan ‘Sudah 18 Orang Meninggal, Sekarang Giliranmu, Nyawamu kami Jemput untuk Melengkapi Upacara Ngaben. Nyawa Dibayar Nyawa’. Selain keranda mayat, sejumlah nasabah Balicon juga datang ke PN Denpasar dengan membawa poster berisi hujatan terhadap terdakwa Paris Adnyana.
Persidangan lanjutan kasus Balicon di PN Denpasar kemarin dengan agenda pledoi (pembelaan) dari terdakwa Paris Adnyana. Begitu majelis hakim menutup persidangan, puluhan nasabah Balicon yang berada di ruang sidang langsung berteriak menghujat terdakwa Paris Adnyata. Terdakwa pun dilarikan polisi ke mobil yang telah disediakan di luar gedung.
Sejumlah nasabah Balicon lainnya yang sudah menunggu di luar ruang sidang, juga berteriak-teriak. “Bunuh Paris, gantung Paris,” teriak salah seorang nasabah. Sebagian nasabah lainnya sempat mengejar dan memukuli mobil polisi yang membawa terdakwa Paris Adnyana keluar dari areal PN Denpasar.
Tidak puas dengan aksinya di PN Denpasar, puluhan nasabah Balicon lalu bergerak ke arah timur menuju Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali di kawasan Nitimandala Denpasar. Mereka datang ke Kantor Kejati Bali sambil mengusung keranda mayat berisi foto terdakwa Paris Adnyana.
Dalam aksinya di Kantor Kejati Bali, para nasabah Balicon meminta aparat segera menahan empat orang dari manajemen PT Balicon yang telah berstatus tersangka dalam kasus yang sama, yakni Ayu Raka Perdani (Pimpinan PT Balicon Cabang Denpasar), Sang Ayu Kusumayuni (Direktur PT Balicon), Erlina (manajemen PT Balicon), dan Chandra (manajemen PT Balicon). “Segera tangkap manajemen yang sudah menjadi tersangka itu,” tuntut nasabah Balicon.
Sementara, persidangan di PN Denpasar kemarin diawali dengan pembacaan pledoi oleh kuasa hukum terdakwa, Nengah Kastawan. Uniknya, pledoi yang dibacakan Kastawan justru mirip dengan pendapat tim jaksa penuntut umum (JPU) yang dikomandoi Muhammad Darwis.
Dalam pledoi tersebut, antara lain, disebutkan perbuatan Paris Adnyana memang telah memenuhi semua unsur yang diatur pada pasal 21 ayat 1 juncto pasal 9 UU No 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian. Kastawan juga mengakui, meski sudah berbadan hukum, PT Balicon tidak punya izin resmi dari Menteri Keuangan sebagai perusahaan asuransi.
Sebaliknya, terdakwa Paris Adnyana dalam pembelaannya justru membantah semua dakwaan JPU. Dia menyatakan perbuatannya itu tidak memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam pasal 21 ayat 1 juncto pasal 9 Undang-undang (UU) No. 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian, sebagaimana dakwaan JPU.
“Memohon kepada majelis hakim agar, saya Made Paris Adnyana, dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur pasal 21 ayat 1 juncto pasal 9 UU No 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian. Membebaskan saya dan memulihkan hak saya sebagai terdakwa,” pinta Paris Adnyana yang sebelumnya dituntut jaksa 12 tahun penjara plus denda Rp 2,5 miliar dalam sidang penuntutan di PN Denpasar, Selasa (7/6) lalu.
Majelis hakim yang diketuai John Tony Hutauruk berjanji akan membacakan putusan dalam sidang pekan depan. “Sidang kami tunda hingga minggu depan untuk membacakan putusan,” tegas John Tony.
Sementara itu, perburuan aset PT Balicon di Jembrana terus dilakukan para nasabah dengan ditemani kurator Marsaulina ‘Ully’ Manurung. Setelah Senin (20/6) siang mendatangi dan melakukan penyegelan di enam tempat di sekitar Kota Negara, sore hingga malamnya rombongan nasabah Balicon bergerak ke Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Jembrana. Namun, mereka dihadang kelian yang bahkan mengancam akan memukul kentongan.
Awalnya, sekitar 11 nasabah Balicon didampingu kurator Marsaulina mendapat kabar bahwa Bos PT Balicon, Made Paris Adnyana, memiliki rumah di atas tanah 4 are di Yehembang Kauh. Lahan itu dibeli dari warga Dusun Sekar Kejula Kelod, Yehembang Kauh, Nengah Kecung, 55. Dan, Nengah Kecung pun membenarkan bahwa tanah beserta bangunan rumahnya telah dibeli Paris Sadnyana seharga Rp 45 juta. Karena itulah, dengan diantar Kecung, para nasabah dan kurator menyegel rumah tersebut.
Setelah itu, para nasabah dan kurator bergerak menuju rumah Nengah Nersen, adik kandung Paris Adnyana di desa setempat. Mereka tiba di rumah Nersen malam sekitar pukul 20.30 Wita. Saat tiba di lokasi, Kelian Dusun Sekar Kejule, Gede Sucita, sudah ada di sana. Mengetahui kedatangan nasabah dan kurator, Gede Sucita pilih pergi dengan mengendarai sepeda motornya.
Namun, Sucita datang lagi dengan nada marah. Sucita menuding kurator dan nasabah Balicon masuk ke wilayah kerjanya tanpa permisi. Selian banjar, Sucita merasa tersinggung dan dilecehkan, karena sama sekali tidak dihubungi. Akibatnya, suasana di rumah Nersen jadi tegang. Namun, setelah terjadi perdebatan yang alot, akhirnya kemarahan Sucita sedikit mereda.
Awalnya, rumah Nersen hendak disegel nasabah Balicon dan kurator, namun urung dilakukan karena kemarahan kelian. “Karena kasihan, untuk sementara kita tunda dulu penyegelan,” terang kurator Marsaulina.
Rombongan nasabah dan kurator Marsaulina pun meninggalkan rumah Nersen. Namun, saat dalam perjalanan pulang sekitar pukul 22.30 Wita, sejumlah warga termasuk Sucita melakukan penghadangan. “Jangan dulu jalan, saya sudah nelepon Babinkamtibmas,“ ujar Sucita.
Sucita bahkan mengancam akan memukul kentongan agar semua warga datang. Situasi akhirnya bisa dikendalikan, setelah kurator Marsaulina melakukan pembicaraan dengan Sucita. “Saya sesalkan penghadangan oleh kelian dan beberapa warga itu,” tutur Marsaulina di Jembrana, Selasa kemarin.
Sementara, dari hasil investigasi yang dilakukan, para nasabah dan kurator Marsaulina memperoleh data data ada dana Rp 120 miliar milik nasabah PT Balicon di Jembrana yang keberadaannya misterius. Dana yang tersimpan di rekening PT Balicon di BRI Cabang Negara juga tak diketahui rimbanya. Untuk itulah, kurator Marsaulina mengaku akan segera menanyakan hal ini kepada pihak BRI, PPATK dan BI.
Dijelaskan Marsulina, sebenarnya aset Balicon berupa dana Rp 120 miliar ini pernah dtanyakan ke Polda Bali. Apalagi, Kabid Humas Polda Bali (waktu itu) Kombes Gede Sugianyar mengatakan kepada pers bahwa ada dana Rp 120 miliar yang merupakan aset Balicon. Namun, ketika belum lama ini pihaknya menanyakan ke Polda Bali, menurut dia, pihak kepolisian justru mengatakan tidak tahu-menahu adanya dana Rp 120 miliar.
sumber : NusaBali