Menyingkap Berita Tanpa Ditutup Tutupi
Home » , » Kenapa Ada 2 Status Untuk Bali dan GA, Ini Penjelasannya!

Kenapa Ada 2 Status Untuk Bali dan GA, Ini Penjelasannya!

Written By Dre@ming Post on Rabu, 20 Desember 2017 | 8:43:00 PM

Menteri Pariwisata, Arief Yahya bertemu Consul General RRC, Hu Yinquan, Selasa (19/12/2017)
DENPASAR – Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menegaskan, status Level II atau Waspada yang dikeluarkan dari rapat lintas kementerian di Kementerian Koordinator (Kemenko) Kemaritiman pada Jumat (15/12/2017) lalu, hanya untuk Pulau Bali yang tidak terdampak langsung erupsi Gunung Agung.

Sementara Gunung Agung (GA) masih berstatus Awas atau Level IV, begitu pula kawasan rawan bencana (KRB) yang telah ditetapkan PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologis).

“Status gunung api ada empat level. Level I (aktif-normal), level II (Waspada), level III (Siaga), dan level IV (Awas). Status Pulau Bali berada di tingkat II atau Waspada, kecuali radius 6-10 Kilometer dari pusat erupsi Gunung Agung yang hanya 2 persen dari keseluruhan wilayah Bali, yang berstatus Awas atau level IV,” jelas Arief, Selasa (19/12/2017).

Oleh karena itu, ia menambahkan, secara keseluruhan status Pulau Bali masih aman atau normal.

Kecuali 2 persen wilayah pulau ini, yakni kawasan dengan radius 6-10 Km di sekeliling Gunung Agung.

“Nah karena Bali secara umum aman, maka kita boleh berpromosi mengundang wisatawan berlibur akhir tahun,” tegasnya.

Mengapa kok Bali berstatus Waspada, bukan Normal?

Status Waspada ini, jelas Arief, karena apabila terjadi erupsi Gunung Agung kembali dan abu vulkanik mengganggu penerbangan, misalnya, maka memang harus ada kewaspadaan oleh penduduk yang ada di Bali.

Pernyataan Arief dibenarkan oleh Cok Ace, Ketua PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Bali.

Pria bernama lengkap Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati ini menjelaskan, 2 atau 3 status bahkan empat status yang menerangkan situasi dan kondisi Bali bisa saja merupakan hal yang lumrah.

“Bali ini kan pulau kecil, sehingga statusnya ada dua yakni Waspada dan Awas. Tapi kalau lebih luas seperti Pulau Jawa, status atas situasi-kondisinya bisa ada yang level aman,” katanya.

Ia mencontohkan ketika Gunung Merapi di Provinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta meletus, dan tidak seluruh Pulau Jawa berstatus Awas sebagaimana DI Yogyakarta.

“Jawa Barat kan saat itu aman, juga Jawa Timur. Intinya, yang penting penetapan status itu diberikan oleh badan atau kementerian yang kompeten da memiliki otoritas. Sebab, penetapan status ini menyangkut risiko terhadap penduduk,” tanda Cok Ace.

Ia melanjutkan, status Pulau Bali waspada atau Level II, salah-satunya didasarkan pada hasil pemantauan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) dan tidak bisa diubah begitu saja.

“Dengan kondisi Pulau Bali secara umum berstatus Level II, kami berharap peringatan perjalanan ke Bali yang dikeluarkan oleh beberapa negara terhadap warganya bisa dicabut,” kata Cok Ace.

Ketua Asita Bali, Ketut Ardana, mempertegas apa yang dikatakan Cok Ace.

Ia mengatakan bahwa Pulau Bali safe dan berada di level II.

“Tetapi kondisi Gunung Agung tetap berada di level IV, dan radius bahayanya 8-10 Km dari kawah puncak adalah KRB. Ini sangat penting disampaikan kepada dunia, supaya mereka tidak menganggap seluruh Bali tidak aman,” jelasnya.

Sebab, lanjut Ardana, hingga saat ini masih banyak pihak luar yang mengira ‘the whole Bali is not safe’ (Bali keseluruhan tidak aman), padahal yang berbahaya adalah Gunung Agung dan zona KRB-nya.

“Tujuan menetapkan status Waspada bagi Pulau Bali untuk membantu agar negara-negara pemasok wisatawan tidak khawatir dan mau mencabut travel advisory atau travel warning-nya terhadap Bali. Meskipun nanti jika terjadi erupsi lagi yang dampaknya mengakibatkan penutupan bandara, tetap dipersiapakan rencana mitigasi yang lebih baik,” tegasnya.

Kata waspada untuk kondisi Bali secara umum tersebut, menurut Ardana, dimaksudkan agar masyarakat tetap waspada terhadap hujan abu dan sebagainya jika erupsi Gunung Agung kembali terjadi.

Sementara itu, PHRI Denpasar menyebutkan tingkat okupansi kamar hotel di kota ini mulai membaik menjelang libur Natal dan Tahun Baru.

Sebelumnya okupansi sempat menurun, karena banyaknya pembatalan pemesanan pasca erupsi Gunung Agung.

"Kami harus optimistis, mudah-mudahan tidak ada lagi pembatalan," kata Ketua PHRI Denpasar Ida Bagus Sidharta Putra di Denpasar, Selasa (19/12/2017).

Menurut pria yang akrab disapa Gusde itu, rata-rata okupansi atau keterisian kamar di 31 hotel anggota PHRI Denpasar meningkat sekitar 15 persen sejak seminggu terakhir.

Perlahan-lahan, lanjut dia, tingkat keterisian kamar diprediksi mencapai 65 hingga 70 persen hingga tahun baru 2018 seiring makin banyaknya pemesanan dari wisatawan mancanegara.

Saat ini, lanjut dia, rata-rata okupansi kamar hotel di Denpasar mencapai sekitar 15 persen dari semula rata-rata 80 persen atau turun drastis secara signifikan sejak aktivitas vulkanik Gunung Agung meningkat.

Pengusaha perhotelan itu mengharapkan okupansi kamar hotel di seluruh Bali juga meningkat karena pihaknya optimistis momentum akhir tahun, Pulau Dewata menjadi destinasi favorit.

Mulai merangkaknya okupansi kamar hotel di Denpasar, kata dia, seiring upaya sejumlah pihak yang membantu mempromosikan bahwa keadaan di Bali aman kecuali dalam radius 8-10 kilometer dari kawah Gunung Agung.







sumber : tribun
Share this article :

Dunia Bintang School

Visitors Today

Recent Post

Popular Posts

Hot Post

Dua Pemancing Tergulung Ombak Di Tanah Lot Masih Misteri

Dua Orang Hilang di Lautan Tanah Lot, Terungkap Fakta: Istri Melarang dan Pesan Perhatikan Ombak TABANAN - Sekitar sembilan jam lamany...

 
Support : Dre@ming Post | Dre@aming Group | I Wayan Arjawa, ST
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bali - All Rights Reserved
Template Design by Dre@ming Post Published by Hot News Seventeen