Gunung Agung dilaporkan mengalami erupsi pada Minggu (11/3/2018) malam, sekitar pukul 23. 32 Wita. |
AMLAPURA - Sejak status Gunung Agung diturunkan dari Awas ke Siaga, sejumlah guide (pemandu) wisata trekking lokal dari luar Karangasem mulai memberanikan diri mendaki Gunung Agung.
Mereka naik Gunung Agung untuk mengantar wisatawan mancanegara (wisman) yang ingin melihat kondisi Gunung.
Informasi yang diperoleh, biasanya guide trekking lokal itu naik Gunung Agung secara sembunyi-sembunyi, tanpa pengetahuan petugas terkait.
Rabu (2/5/2018) kemarin, Ketua Pasemetonan Jagabaya (Pasebaya) Gunung Agung, Gede Pawana menjelaskan bahwa bule yang naik ke puncak Gunung Agung lumayan banyak.
Ada juga tamu domestik, serta warga lokal.
"Para wisatawan itu naik secara sembunyi-sembunyi. Awalnya cuma bilang hanya akan sampai Pura Pasar Agung. Namun, sesampai di Pura Pasar Agung ternyata mereka naik hingga ke puncak Gunung Agung," imbuh Gede Pawana.
Kebanyakan guide lokal dan bule naik dari jalur Pura Pasar Agung di Desa Sebudi, Kecamatan Selat, dan Jalur Pengubengan, Desa Besakih, Kecamatan Rendang.
Mereka ke puncak Gunung Agung pada malam hari.
Gede Pawana menambahkan, saat ini situasi dan kondisi Gunung Agung mulai dijual guide lokal ke wisman.
Beredarnya foto-foto aktivitas pendakian Gunung Agung di media sosial mendorong para wisman itu ingin naik ke puncak.
"Ada satu-dua orang guide yang menjual situasi dan kondisi Gunung Agung yang disebut mereka aman. Selain itu, kini beredar foto-foto kondisi di puncak gunung, sehingga banyak orang yang tertarik,"imbuhnya.
Padahal, menurut Gede Pawana, pemedek yang ingin tangkil atau menggelar persembahyangan ke puncak Gunung Agung, hingga kini masih dilarang naik ke atas.
Yang nekat dan bandel mendaki ke puncak hanyalah turis-turis maancanegara.
Gede Pawana yang juga menjabat sebagai Perbekel Duda Timur mengaku dirinya sudah memberitahu para wisman untuk tidak melakukan pendakian, mengingat kondisi Gunung Agung masih berisiko karena berstatus Siaga. Potensi area terdampak pada level Siaga itu adalah dalam radius 4 kilometer.
Walaupun sudah diberitahu, para wisman itu banyak yang tidak menghiraukan, dan diketahui mereka tetap mendaki ke puncak.
"Harapan kami kan biar di puncak gunung steril. Tapi wisatawan susah diberitahu, dan itu juga dimanfaatkan oleh guide lokal dari luar Karangasem," tambahnya.
Sekretaris Pasebaya Gunung Agung, Wayan Suara Arsana menambahkan, pada subuh kemarin diperoleh informasi bahwa empat bule asli Rusia nekat mendaki Gunung Agung tanpa pengetahuan petugas polisi dan pasebaya.
Mereka naik dari jalur Pura Pasar Agung Sebudi,
Desa Sebudi, Kecamatan Selat. Karena itu, identitas mereka juga tidak diketahui. Saat petugas mencoba mencegah, mereka sudah keburu kabur duluan. "Tadi saya ditelepon petugas hotel. Katanya, para bule itu naik," ucap Suara Arsana.
Akhir bulan April lalu, kata Gede Pawana, sejumlah warga sekitar lereng Gunung Agung sempat mendaki gunung. Mereka naik untuk mengecek volume magma yang diisukan hampir memenuhi kawah.
Informasi yang dihimpun, pada 25 April lalu warga yang naik ke Gunung Agung adalah warga dari Temukus, Desa Besakih; dan warga Sebudi, Kecamatan Selat.
Mereka naik pagi hari dan sampai di puncak pada siang hari.
Di sana, mereka mengecek volume magma di tengah kawah.
Mereka ingin memastikan keadaan. Tujuannya agar warga di lereng bisa bercocok tanam dan beternak dengan tenang.
Temukus dan Sebudi berada dalam radius 5 sampai 6 kilometer dari puncak gunung.
Warga mengaku khawatir dengan kondisi gunung belakangan ini. Diketahui bahwa kawah baru terisi setengah magma.
Jarak magma dengan permukaan kawah 130 meter.
Sebelumnya, Kepala Bidang Mitigasi Gunung Berapi PVMBG, Wawan Irawan mengungkapkan bahwa suplai magma ke permukaan kawah masih terjadi. Hanya saja volumenya lebih kecil dibanding saat gunung masih berstatus Awas (level IV).
Walaupun kini kondisi sudah turun ke level Siaga, kata Wawan, potensi letusan masih ada.
Kapanpun bisa terjadi erupsi tergantung keinginan gunungnya.
Dampak letusan diperkirakan sekitar radius 4 kilometer dari puncak gunung atau di area kawah.
“Hembusan solfatara dan aktivitas kegempaan masih tetap ada, cuma jumlahnya lebih kecil dibanding dulu. Energi yang disimpan di perut masih rendah dibanding dulu,” kata Wawan.
PVMBG menghimbau masyarakat setempat, pendaki, pengunjung, dan wisatawan untuk tidak melakukan pendakian atau beraktivitas di perkiraan zona bahaya tersebut.
sumber : tribun