DENPASAR - Jajaran DPR RI Dapil Bali dan Kementerian Pariwisata sepakat pembangunan Bandara Buleleng sebagai solusi terbaik direct flight
Sejumlah anggota DPR RI Dapil Bali siap duduk bersama dengan Pemprov Bali untuk menyatukan kekuatan, guna menyikapi membludaknya tawaran direct flight (penerbangan langsung) ke Bali, sebanyak 50 direct flight dari negara-negara belahan Eropa, Amerika, Timur Tengah, dan Asia Timur. Masalahnya, direct flight ke Bali tidak mungkin bisa dilaksanakan selama infrastuktur bandara masih jadi kendala.
Anggota Fraksi Gerindra DPR RI Dapil Bali, IB Putu Sukarta, mengatakan ketika dirinya masih duduk di Komisi X (membidangi pariwisata), tawaran penerbangan langsung ke Bali sudah datang dari berbagai negara. “Tapi, infrastruktur bandara di Bali tidak memadai. Maka, solusi satu-satunya yang kita ajukan saat hearing dengan Kementerian Pariwisata, harus ada pembangunan infrastruktur bandara baru di Bali, juga perluasan Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban. Sekarang kan sudah ada perluasan Bandara Ngurah Rai,” ujar Gus Sukarta saat dikonfirmasi, Jumat (4/5).
Gus Sukarta menyebutkan, ketika dilakukan pembangunan bandara baru untuk menerima penerbangan langsung ini, harus disiapkan juga kajian daya tampung Bali. Dengan adanya penerbangan langsung, turis otomatis akan membanjiri Bali. Ini juga masalah yang haus dipikirkan, dari sisi dampak lingkungan.
“Nggak bisa kita hanya menerima wisatawan, tapi dampaknya dan daya tampung Bali juga harus kita siapkan. Terutama, kesiapan air bersih, dampak lingkungan, dan fasilitas,” jelas Gus Sukarta. “Secara ekonomi, pariwisata kita diuntungkan dengan direct flight ini. Tapi, harus disiapkan fasilitas infrastruktur dan daya tampungnya. Apalagi, kita merencanakan pariwisata yang berkualitas,” lanjut politisi asal Griya Buruan Sanur, Denpasar Selatan yang juga Ketua DPD Gerindra Bali ini.
Menurut Gus Sukarta, untuk memperjuangkan terwujudnya bandara baru di Bali atau perluasan Bandara Ngurah Rai, pihaknya siap bersama-sama dengan wakil rakyat Bali di Senayan lainnya untuk melakukan gerakan politik. “Saya sih siap saja kalau untuk kesejahteraan masyarakat Bali,” tegas Gus Sukarta yang kini duduk di Komisi V DPR RI.
Gus Sukarta menyebutkan, turis asing ke Bali akan terus mengalami peningkatan. Mereka berasal dari China, Jepang, Australia, India, serta negara-negara belahan Eropa dan Amerika. Saat ini pendapatan devisa dari sektor pariwisata sudah menjadi andalan negara.
“Sekarang devisa dari migas bisa disalip pariwisata. Negara-negara Timur Tengah saja sudah melirik pariwisata. Mereka pengembangan pariwisata, bahkan budaya mereka yang kental dengan sebuah tradisi beralih menjadi moderat, karena pariwisata. Jadi, saya sepakat kita sambut peluang pasar ini (direct flight), tapi perlu gerakan bersama untuk melakukan perjuangan ke pemerintah pusat, supaya pembangu-nan bandara di Bali dipercepat,” tandas mantan Wakil Ketua DPRD Bali 2009-2014 ini.
Sedangkan anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali, AA Bagus Adhi Mahendra Putra alias Gus Adhi, juga mengatakan setuju menindaklanjuti tawaran direct flight ke Bali dari berbagai negara. Gus Adhi berharap 9 wakil rakyat Bali di DPR RI duduk bersama dengan Gubernur Bali untuk membicarakan masalah ini.
“Dalam perjuangan untuk Bali, saya nggak pernah melihat warna. Kalau memang bisa kita satukan persepsi, lepaskan ego kepartaian untuk pembangunan Bali. Cuma, untuk pembangunan bandara dan infratruktur menunjang kunjungan turis ke Bali, sejauh ini kita belum pernah diundang dan diajak bicara oleh Pemprov Bali,” ujar politisi Golkar asal Kelurahan Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Ba-dung ini.
Gus Adhi menegaskan, terkait penerbangan langsung ke Bali yang ditawarkan sejumlah negara, dalam jangka pendek harus diupayakan membangun bandara baru. Sedangkan untuk jangka panjangnya, Bali perlu memperjuangkan otonomi. ”Otonomi dalam arti positif. Pariwisata kita menjadi penyumbang besar untuk devisa negara. Kalau kita bisa lakukan gerakan bersama, tanpa melihat warna politik, bisa kok. Saya siap untuk itu. Harus ada perjuangan, salah satunya otonomi untuk Bali,” tegas Gus Adhi yang duduk di Komisi I DPR RI (membidangi pertahanan, keamanan, luar negeri, Kominfo, dan intelijen).
Menurut Gus Adi, untuk menangkap peluang pasar dari tawaran direct flight, harus ada pembangunan bandara baru di Bali. “Sekarang sudah perluasan Bandara Ngurah Rai untuk kegiatan Annual Meeting IMF-Bank Dunia di Nusa Dua, Oktober 2018 mendatang. Nah, pembangunan Bandara Buleleng harus secepatnya digarap. Ini jalan satu-satunya kalau kita mau tangkap peluang pasar,” kata fungsionaris DPP Golkar ini.
Sementara itu, anggota Fraksi Demokrat DPR RI Dapil Bali, Ni Putu Tutik Kusuma Wardhani, juga mengatakan pembangunan Bandara Buleleng menjadi satu-satunya cara menangkap peluang pasar dari tawaran direct flight ke Bali. “Saat saya kunjungan kerja ke ke Rusia, masalah direct flight juga menjadi bahasan. Sekarang kita harus siap dengan bandara baru. Sudah ada rencana membangun Bandara Buleleng, tapi eksekusinya belum ada, karena perlu proses,” ujar Putu Tutik yang duduk di Komisi XI DPR RI (membidangi keuangan) saat dikonfirmasi terpisah, Jumat kemarin.
Putu Tutik juga mengingatkan krama Bali supaya tidak mudah memunculkan pro dan kontra ketika ada rencana pembangunan di Bali. Jangan lagi ada penolakan-penolakan. “Kalau mau ada pembangunan, ya kita harus siap dan bersikap positif. Jangan selalu berpolemik. Belum apa-apa sudah ramai berpolemik. Ini juga menjadi perhatian pusat,” jelas Putu Tutik yang notabene mantan ketua Komisi II DPRD Bali 2009-2014.
“Bagi saya, kalau 9 wakil rakyat dari Bali mau berjuang sama-sama, ayo kita berjuang. Apa yang menjadi fokus kita, apakah untuk mendapatkan pembagian lebih dari pariwisata, infrastruktur dan sebagainya, memang harus ada suara kompak,” tandas Srikandi Demokrat asal Singaraja yang sempat diusung partainya sebagai Calon Bupati Buleleng di Pilkada 2012 ini.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kemenpar, Prof Dr Ir I Gede Pitana, menyatakan banjir tawaran penerbangan langsung ke Bali ini sangat bagus. Sebab, ini peluang untuk mendatangkan banyak wisatawan ke Bali. Namun, untuk itu perlu tambahan landasan pacu Bandara Ngurah Rai atau bangun bandara baru.
"Memang banyak permintaan tambahan penerbangan. Tapi, mengenai jumlahnya saya tidak tahu. Saat bertemu dengan pihak airline, memang benar mereka minta tambahan slot ke Bali. Tapi, jumlah slot di Bali terbatas," ujar Prof Pitana saat dihubungi terpisah, Jumat kemarin.
Menurut Pitana, dari 18 jam operasional Bandara Ngurah Rai, dalam 1 jam hanya bisa menaikan dan menurunkan 30 ATM (Air Traffic Movement) atau 15 pesawat per jam. Masalahnya, di Bandara Ngurah Rai hanya ada satu runway, sehingga penerbangan terbatas. "Intinya, banyak airline internasional minta tambahan penerbangan. Oleh karena itu, harus menambah runway Bandara Ngurah Rai atau bangun bandara di Bali Utara dengan panjang landasan pacu 3.600 meter," jelas dosen Fakultas pertanian Unud ini.
Pitana mengatakan, pembangunan bandara baru di Buleleng sangat penting, karena menjadi alternatif memindahkan kepadatan di Bali Selatan ke Bali Utara. Nah, kewenangan bandara itu ada di Kementerian Perhubungan.
sumber : nusabali