Sesuai namanya, upacara Ngepel Taru ini bermakna memohon kayu untuk dipakai tapakan Ida Batara berupa tapel Rangda. Berdasarkan petunjuk niskala, ada dua pohon Pule di areal Pura Alas Arum yang katunas (dimohon) untuk dipakai tapakan Ida Batara berupa tapel Rangda. Pertama, pohon Pule dengan unsur warna putih yang sebelumnya mengeluarkan tirta. Pohon Pule ini diyakini sebagai stananya Ida Batari Ayu Mas Sakti.
Kedua, pohon Pule yang berada di lokasi bawah berjarak sekitar 30 meter, yakni berada di Pura Beji Alas Arum. Pohon Pule yang memiliki unsur warna merah inilah yang dulu sempat mengluarkan api secara gaib. Pohon Pule ini diyakini sebagai stananya Ida Ratu Ayu Manik Geni.
Dalam upacara Ngepel Taru di Pura Alas Arum, Senin kemarin, ribuan krama dari 320 kepala keluarga (KK) Desa Pakraman Silungan ikut terlibat. Rosesi diawali dengan persembahyangan bersama. Kemudian, pohon Pule yang pernah mengeluarkan tirta dan pohon Pule yang sempat mengeluarkan api 9 tahun silam, diambil di bagian tengahnya dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 30 cm, ketebalan 20 meter, menggunakan sensor. Po-hon pertama yang dipotong adalah Pule yang berada di Pura Beji Alas Arum (pernah mengeluarkan api). Kemudian, pohon Pule di areal Pura Alas Arum (yang pernah keluarkan tirta).
Potongan taru masing-masing dengan sepanjang 50 cm, lebar 30 cm, tebal 20 cm inilah yang katunas untuk dijadikan tapakan tapel Rangda. Potongan taru ini kapundut (diusung) oleh Sekaa Teruna Teruni (STT) Putra Sesana Silungan yang diyakini masih suci dan masing-masing berjumlah 28 orang untuk laki-laki dan 28 orang perempuan.
Teruna Teruni pemundut taru ini dibagi menjadi dua formasi, dengan masing-masing menggunakan pakaian merah dan putih. Kelompok pertama yang berpakaian merah, mundut taru dari pohon Pule di areal Pura Beji Alas Atrum. Kelompok kedua yang berpakaian putih, mundut taru dari pohon Pule di Pura Alas Arum. Potongan taru untuk tapakan Rangda yang diambil dari dua pohon berbeda tersebut kemudian kapundut menuju Utama Mandala Pura Alas Arum.
Bendesa Pakraman Silungan, I Wayan Budiartha, menyatakan upacara Ngepel Taru ini memang dilaksanakan atas kehendak Ida Sesuhunan. Masalahnya, dua pohon Pule di areal Pura Alas Arum sempat mengeluarkan tirta dan api sekitar 9 tahun silam. “Saya bersama krama desa ikut menyaksikan keluarnya tirta dari pohon Pule kala itu. Sedangkan untuk peristiwa pohon Pule keluar api, kejadiannya sudah lama dan tidak banyak orang yang menyaksikan. Saya tahu dari penuturan para panglingsir,” jelas Bendesa Wayan Budiartha saat ditemui seusai upacara Ngepel Taru di Pura Alas Arum, Senin kemarin.
Begitu pohon Pule mengeluarkan air, prajuru Desa pakraman Silungan langsung nunas baos (minta petunjuk niskala) kepada seorang balian. Dari situ, diperoleh petunjuk agar dua pohon Pule berusia ratuasan tahun itu dibuatkan semacam tapakan, termasuk berweujud tapel Rangda. Tapakan Rangda itu harus dibuat dengan diawali upacara Ngepel Taru.
"Hanya saja, karena ada pergantian tapuk kepemimpinan di Desa Pakraman Silungan, upacara Ngepel Taru baru sekarang bisa dilaksanakan,” kenang Budiartha didampingi Wakil Ketua STT Putra Sesana Silungan, I Gusti Putu Gede Setiawan.
Nah, setelah menunggu 9 tahun, upcara Ngepel Taru kini digelar lantaran seorang pamangku Pura Beji Alas Arum sempat jatuh sakit dan tak kunjung sembuh selama berbulan-bulan. Keluarganya kemudian nunas baos kepada balian. Diperoleh petunjuk, sang pamangku jatuh sakit karena Ida Batara Sesuhunan di Pura Alas Arum duka lantaran tak kunjung digelar upacara Ngepel Taru. "Mengetahui hal itu, kami dari prajuru adat langsung melakukan paruman, kemudian disepakati untuk kembali nunas baos," cerita Budiartha.
Saat prajuru desa nunas baos pun, hasilnya tetap sama: Ida Sesuhunan sama-sama ingin medal dan dibuatkan tapakan Rangda. Hasil nunas baos ini kemudian ditindaklanjuti dengan paruman. Lalu, prajuru adat sepakat tangkil ke sulinggih untuk memohon tuntunan. "Atas petunjuk sulinggih, kami diberi dewasa ayu untuk melaksanakan upacara Ngepel Taru hari ini (kemarin),” beber Budiartha.
Upacara Ngepel Taru di Pura Alas Arum Senin kemarin, ditingkahi peristiwa niskala kerauhan (kesurupan). Kisahnya, beberapa saat setelah potongan taru diambil menggunakan sensor, tiba-tiba seorang pecalang kerauhan disertai isak tangis. “Ida Sesuhunan yang merasuyki raga pecalang kerauhan ini berkata singkat kepada saya, bahwa beliau menangis karena bahagia lantaran upacara Ngepel Taru yang ditunggu sejak lama akhirnya dilaksanakan)," ujar Budiartha.
Setelah pecalang yang kerauhan ini sadar pasca diperciki tirta oleh pamangku, prosesi mundut taru dilanjutkan. Kedua potongan taru untuk tapakan Rangda kemudian kapun-dut menuju Utama Mandala Pura Alas Arum guna distanakan di sana buat sementara.
Menurut Budiartha, proses pengerjaan tapel Rangda nantinya bakal dilakukan secara bertahap. Untuk tahap pertama, akan dilakukan 14 Januari 2016. Tahap kedua, merupakan finishing seusai hari Raya Galungan. Sanggung (arsitek tradisional) yang nanti dipercaya menggarap tapakan Rangda adalah I Wayan Regig, asal Banjar Jeleka, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar.
"Kedua tapakan Rangda yang dibuat nanti harus sudah selesai sebelum digelarnya upacara Pedudusan Alit di Pura Alas Arum saat piodalan yang jatuh pada rahina Sukra Kliwon Pahang mendatang,” jelas tokoh adat yang juga Kepala Sekolah (Kasek) SMP Udayana Ukir ini.
sumber : Nusabali