Magma Sudah Naik ke Permukaan, Kepala PVMBG Sebut Sangat Berpotensi ke Arah Letusan
AMLAPURA - Sejak dinyatakan berstatus Siaga (Level III) pada 18 September lalu, Gunung Agung ternyata terus memperlihatkan peningkatan aktivitas vulkaniknya.
Kemarin dilaporkan bahwa magma atau cairan ultra-panas di dalam kawah gunung sudah mulai naik ke permukaan.
Gempa vulkanik dalam dan dangkal juga terus meningkat, sehingga berdampak ke permukiman warga di lereng gunung.
Kepala Pusat Vulknologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Ir Kasbani MSc menjelaskan bahwa aktivitas vulkanik Gunung Agung terus mengalami peningkatan, dan masih tinggi.
Pada hari Rabu (20/9/2017), dalam satu hari gempa terjadi hingga 560 kali.
Sedangkan pada Kamis (21/9/2017) pukul 00.00 hingga 12.00 Wita, gempa mencapai sebanyak 289 kali.
“Ada 40 kali gempa vulkanik dangkal, dan sisanya gempa vulkanik dalam serta gempa tektonik. Ada juga terdeteksi gempa yang menandakan pergerakan magma mulai mengarah ke permukaan,” kata Kasbani saat ditemui di Pos Pemantauan Gempa di Rendang, Karangasem, Kamis (21/9/2017).
Hal yang sama ditegaskan oleh Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
“Ada proses pergerakan magma yang mendorong permukaan dan meruntuhkan batuan yang menyumbatnya di jarak 5 kilometer di bawah permukaan bumi. Namun status Gunung Agung belum berubah, masih Siaga (Level III),” ujar Sutopo melalui pesan WhatsApp yang diterima di Denpasar, Kamis (21/9/2017).
Berdasarkan catatan di Pos Pemantauan Gunung Agung di Rembang, kemarin amplitudo vulkanik dalam rata-rata 4 sampai 8 MM, durasinya 10-24 detik.
Sedangkan amplitudo vulkanik dangkal 3-4 MM dengan durasi 10-11 detik.
Untuk gempa tektonik lokal, amplitudonya 7-8 MM, durasinya 30-47 detik.
Diprediksi frekuensi gempa akan terus mengalami peningkatan hingga ke depan.
Dari hasil pemantauan, pergerakan magma sudah terjadi di sekitar jarak 5 kilometer di bawah permukaan laut .
Dijelaskan Kasbani, dalam energi gunung berapi terkandung uap dan gas yang berfungsi mendobrak material yang berada di atasnya.
”Kapan akan terlepas (terjadi dobrakan, red), itu yang kita tidak tahu. Kami hanya membaca tanda-tanda,”ungkap Kasbani.
Ditambahkan, energi yang dihasilkan dari aktivitas magma di bawah permukaan Gunung Agung demikian besar.
Itu bisa diprediksi dari jarak waktu letusan yang cukup lama, yakni selang 54 tahun dari waktu terjadinya letusan terakhir pada tahun 1963.
Berdasarkan catatan PVMBG, Gunung Agung hanya punya sedikit peristiwa letusan.
Gunung Agung tercatat baru 4 kali meletus sejak tahun 1800, yakni tahun 1808, 1821, 1843, serta 1963.
Ini berbeda dengan sejumlah gunung berapi lainnya di Indonesia.
Karakter letusan Gunung Agung juga sangat eksplosif, berbeda dengan gunung berapi lain di Indonesia yang sering meletus dan berulang.
“Tadi (kemarin) kita juga pasang alat pendeteksi untuk mengetahui kembang kempesnya gunung. Hari ini akan ditambah satu lagi alat untuk mengukur jarak miring dan jarak datar,” jelas Kasbani.
Dilihat dari frekuensi gempa serta kekuatan amplitudonya, perubahan aktivitas Gunung Agung begitu cepat dan meningkat begitu tajam.
Perubahan yang cepat dan tajam yang ditunjukkan Gunung Agung itu, kata Kasbani, membuatnya sangat berpotensi ke arah letusan.
“Tapi belum bisa dipastikan kapan terjadi (letusan). Petugas kami akan terus membaca tanda-tanda dari gunung," terang Kasbani.
Oleh karena itu, PVMBG kembali menghimbau warga untuk tidak melakukan aktivitas di seluruh area dalam radius 6 kilometer dari kawah Gunung Agung.
Selain itu, karena kondisi gunung terus mengalami peningkatan aktivitas vulkaniknya, maka ada juga perluasan kawasan berbahaya 7,5 kilometer dari utara, selatan, tenggara, dan barat daya.
Pengungsi Bertambah
Dijelaskan oleh Sutopo bahwa jumlah penduduk di Kawasan Rawan Bencana 3 (KRB 3) sebanyak 49.485 jiwa yang berasal dari 6 desa di Kabupaten Karangasem.
Desa-desa itu adalah Jungutan Kecamatan Bebandem, Desa Buana Giri Kecamatan Bebandem, Desa Sebudi Kecamatan Selat, Desa Besakih Kecamatan Rendang, Desa Dukuh Kecamatan Kubu, dan Desa Ban Kecamatan Kubu.
Sedangkan di Kecamatan Klungkung, warga lereng Gunung yang mengungsi berasal dari Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Klungkung.
Total sampai sore kemarin terdapat 404 pengungsi di Klungkung, yang sebagian terbesar ditampung di Pos Pengungsian GOR Swecapura Gelgel.
Di Karangasem, sampai kemarin sore jumlah pengungsi yang ditampung di sejumlah tempat di sana sebanyak 3.819 jiwa.
Di Tejakula (Kabupaten Buleleng), jumlah pengungsi dari Kubu dan Ban (Karangasem) yang ditampung sebanyak 527 jiwa.
Berdasarkan data-data yang diperoleh, total jumlah pengungsi Gunung Agung hingga kemarin sore sebanyak 4.750 jiwa.
Pendataan pengungsi, kata Sutopo, terus dilakukan dan jumlah mereka dipastikan bergerak naik.
“Meskipun Bupati Karangasem belum memerintahkan secara resmi mengungsi, namun pengungsian banyak dilakukan secara mandiri oleh warga,” ujar Sutopo.
Dikatakan oleh Sutopo, sebagian besar warga mengungsi karena pengalaman masa lalu saat Gunung Agung meletus besar tahun 1963.
Tanda-tanda yang mereka rasakan saat ini, yaitu gempa vulkanik yang sering terjadi dan suhu makin terasa panas di lereng gunung bahkan pada malam hari, mirip sekali dengan kejadian sebelum Gunung Agung meletus tahun 1963.
Sutopo mengakui, tidak mudah menangani pengungsi apalagi pengungsi dari erupsi gunung api yang jumlahnya besar, dan tidak diketahui pasti sampai kapan harus mengungsi karena sangat tergantung dari waktu letusannya.
Untuk saat ini, kata dia, banyak tenda pengungsian didirikan.
Walaupun begitu, menurut warga, mengungsi di banjar atau balai desa lebih nyaman daripada di tenda-tenda.
Juga lebih nyaman mengungsi di rumah kerabat yang berada di wilayah aman.
12 Tanda-tanda Gunung Agung Sangat Berpotensi ke Arah Letusan, No 11 Beda dari Gunung Lain
AMLAPURA - Gunung Agung nasibmu kini, sejak sebulan lalu menunjukkan tanda-tanda peningkatan aktivitas.
Gunung Agung yang terletak di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali ini kini menggoreskan kesedihan di hati warga Bali khususnya.
Terutama masyarakat yang bermukim di sekitar lereng Gunung Agung, memasrahkan rumah yang mereka miliki, dan lebih memilih mengungsi menyelamatkan diri, antisipasi jika terjadi erupsi.
Ini tanda-tanda Gunung Agung diprediksi berpotensi ke arah letusan:
Sebanyak 550 jiwa menempati pos pengungsian di GOR Swecapura, Desa Gelgel, Kabupaten Klungkung, Kamis (21/9/2017) siang. Hingga Kamis (21/9/2017) malam, total jumlah pengungsi Gunung Agung mencapai 5.101 jiwa. Mereka tersebar di kawasan di Karangasem, Buleleng, dan Klungkung.
1. Gempa mulai sering terjadi Sejak Agustus 2017 namun masih normal
Sesungguhnya, gempa di Puncak Gunung Agung sudah terjadi sejak Agustus lalu, namun status masih normal.
Selanjutnya, alat seismograp yang dipasang di atas Gunung Agung mencatat ada peningkatan gempa bagian kawah.
Biasanya 1 hari cuma 3 - 5 kali gempa, kini meningkat menjadi lebih sering.
Ditambahkan, peningkatan gempa terjadi sejak bulan Augustus hingga hari ini.
Bahkan, pada Selasa (12/9/2017) gempa terjadi hingga belasan kali.
Yakni 7 kali gempa vulkanik dalam, 4 kali vulkanik dangkal, dan 1 kali gempa tektonik lokal.
Hasil pemantauan bulan Agustus - 14 September 2017, petugas merekam gempa di Puncak Gunung sebanyak sebanyak 99 kali.
Yakni 46 kali gempa tektonik jauh, 15 tektonik lokal, 37 gempa di dalam, satu kali gempa dangkal.
2. Status Gunung Agung naik level waspada pada Kamis (14/9/2017)
Ketua Pos Pemantauan Gunung Berapi Agung, I Dewa Made Mertayasa mengatakan, status Gunung Agung berubah waspada sekitar pukul 16.00 wita, Kamis (14/9/2017) dikarenakan ada kenaikan aktivitas di atas level normal.
"Status Gunung Agung baru berubah ke level II beberapa jam tadi," kata Dewa Mertayasa, Kamis (14/9/2017).
Status Gunung Agung sudah dinaikkan dari Level I (Normal) ke Level II (Waspada) berdasarkan hasil analisis data visual dan instrumental Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sejak Kamis (14/9/2017).
3. Keluar gas dari kawah Gunung Agung
Keesokan harinya, Jumat (15/9/2017), Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali Dewa Made Indra menyebut Gunung Agung di Kabupaten Karangasem sudah mengeluarkan gas di kawah gunung.
Karenanya, ia mengimbau masyarakat supaya tidak mendekati kawah karena berbahaya jika sampai menghirup gas yang dihasilkan kawah gunung.
“Kita mengimbau masyarakat supaya tidak mendekati kawah karena kawah bisa mengeluarkan gas dan kalau terhirup akan berbahaya. Gas itu sekarang sudah muncul tetapi masih di kawah belum naik keluar (gunung),” ujar Dewa Indra.
Namun saat itu belum ada erupsi baik debu atau abu yang keluar dari gunung tertinggi di Bali ini.
Dijelaskannya, Gunung Agung sudah memiliki peta kawasan rawan bencana (KRB).
KRB I paling bawah, KRB II di tengah, dan KRB tiga diatas.
Nantinya diprediksi jika ada erupsi, lahar yang keluar akan mengarah ke utara, selatan, dan tenggara.
“Kita sampai saat ini belum ada pemberian masker karena belum ada abu vulkanik. Begitu juga kita belum memberikan pengumuman adanya gangguan penerbangan, kalau nanti mengeluarkan abu pasti diumumkan,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan masyarakat tidak panik karena semua gunung berapi berpotensi mengalami erupsi.
Namun, tidak ada erupsi gunung berapi yang tiba-tiba dan itu melalui proses yang bisa diamati, beda halnya dengan gempa.
“Level I normal, level II waspada, level III siaga, dan level IV awas. Itu bisa diprediksi,” ujarnya.
Warga masih terus berharap agar Gunung Agung tidak meletus dan kembali normal.
4. Status Gunung Agung Naik ke Level Siaga pada Senin (18/9/2017)
Namun tampaknya harapan itu sirna, sebab selang tiga hari setelah ditetapkan berstatus Waspada (Level II), kondisi Gunung Agung dinyatakan tidak membaik.
Bahkan makin meningkat sehingga dinyatakan berstatus Siaga (Level III) pada Senin (18/9/2017) pukul 21.00 Wita.
“Berdasarkan hasil analisis data visual dan instrumental serta mempertimbangkan potensi ancaman bahayanya, maka terhitung mulai tanggal 18 September 2017 pukul 21.00 WITA, status G. Agung dinaikkan dari Level II (Waspada) ke Level III (Siaga),” demikian pengumuman yang tercantum di situs Badan Geologi seperti tadi malam.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali, Dewa Made Indra membenarkan bahwa terjadi kenaikan status Gunung Agung dari level II (Waspada) menjadi level III (Siaga).
“Jadi status memang sudah dinaikkan pukul 21.00 Wita, naik ke level III, berarti Siaga. Antisipasinya sudah kita persiapkan jika status Siaga,” jelas Dewa Indra melalui telepon di Denpasar, Senin (18/9/2017) malam.
5. Logistik Disiapkan dan Masyarakat Siaga Menghadapi Pengungsian
Dewa Indra menjelaskan bahwa ketika level Siaga, logistik telah tersedia dan pemerintah menyiagakan personelnya.
“Artinya masyarakat harus siaga untuk menghadapi pengungsian, dan pemerintah daerah siap-siagakan personel, peralatan dan logistik dan lainnya dalam hal mengungsikan warga,” tegasnya.
Setelah itu barulah ada level IV (Awas), di mana level ini bisa saja sudah terjadi erupsi/letusan atau bisa akan terjadi erupsi dalam waktu dekat.
Saat di level Awas ini sudah tidak boleh ada lagi penduduk di daerah rawan, semua di tempat pengungsian.
Atas peningkatan status bahaya tersebut, Badan Geologi memberikan rekomendasi agar masyarakat di sekitar Gunung Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan tidak beraktivitas, tidak melakukan pendakian dan tidak berkemah di dalam area kawah Gunung Agung.
Demikian juga di seluruh area di dalam radius 6 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung, atau pada elevasi di atas 950 meter dari permukaan laut (mdpl).
7. Masyarakat Mulai Mengungsi
Sejak dinyatakan Siaga, masyarakat sudah mulai mengungsi.
Bahkan, ada yang melakukan pengungsian secara mandiri.
Seperti tujuh kepala keluarga atau sekitar 32 jiwa warga Banjar Lebih, Desa Sebudi, Karangasem, Bali mulai mengungsi ke Klungkung, Bali, Rabu (20/9/2017) malam.
Mereka berinisiatif mengungsi secara mandiri setelah marasakan tanda-tanda alam yang menurut mereka, sama saat Gunung Agung meletus di tahun 1963 silam.
Mereka sementara mengungsi di beberapa rumah kerabat mereka di wilayah Punduk Dawa, Desa Pesinggahan, Klungkung.
"Tanda-tandanya alam yang kami rasakan mirip dengan tahun 1963 silam. Kami jadi merasa khawatir," jelas seorang pengungsi, I Wayan Sutika.
8. Muncul tanda-tanda alam mirip Tahun 1963 saat Gunung Agung meletus
Seorang pengungsi lainnya menjelaskan, gejala alam yang dirasakan yakni :
1. Semakin seringnya merasakan gempa.
2. Sudah tercium bau belerang yang cukup menyengat di wilayah mereka.
Para pengungsi tersebut tiba di wilayah Punduk Dawa sekitar pukul 20.00 Wita, dengan mengendarai kendaraan roda 4 dan roda 2.
Sejak dinyatakan berstatus Siaga (Level III) pada 18 September lalu, Gunung Agung ternyata terus memperlihatkan peningkatan aktivitas vulkaniknya.
9. Magma atau cairan ultra-panas di kawah Gunung Agung sudah mulai naik
Kemarin, Kamis (21/9/2017) dilaporkan bahwa magma atau cairan ultra-panas di dalam kawah gunung sudah mulai naik ke permukaan.
Gempa vulkanik dalam dan dangkal juga terus meningkat, sehingga berdampak ke permukiman warga di lereng gunung.
Kepala Pusat Vulknologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Ir Kasbani MSc menjelaskan bahwa aktivitas vulkanik Gunung Agung terus mengalami peningkatan, dan masih tinggi.
Pada hari Rabu (20/9/2017), dalam satu hari gempa terjadi hingga 560 kali.
Sedangkan pada Kamis (21/9/2017) pukul 00.00 hingga 12.00 Wita, gempa mencapai sebanyak 289 kali.
“Ada 40 kali gempa vulkanik dangkal, dan sisanya gempa vulkanik dalam serta gempa tektonik. Ada juga terdeteksi gempa yang menandakan pergerakan magma mulai mengarah ke permukaan,” kata Kasbani saat ditemui di Pos Pemantauan Gempa di Rendang, Karangasem, Kamis (21/9/2017).
Hal yang sama ditegaskan oleh Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
“Ada proses pergerakan magma yang mendorong permukaan dan meruntuhkan batuan yang menyumbatnya di jarak 5 kilometer di bawah permukaan bumi. Namun status Gunung Agung belum berubah, masih Siaga (Level III),” ujar Sutopo melalui pesan WhatsApp yang diterima di Denpasar, Kamis (21/9/2017).
Berdasarkan catatan di Pos Pemantauan Gunung Agung di Rembang, kemarin amplitudo vulkanik dalam rata-rata 4 sampai 8 MM, durasinya 10-24 detik.
Sedangkan amplitudo vulkanik dangkal 3-4 MM dengan durasi 10-11 detik.
Untuk gempa tektonik lokal, amplitudonya 7-8 MM, durasinya 30-47 detik.
10. Frekuensi gempa diprediksi akan terus meningkat
Diprediksi frekuensi gempa akan terus mengalami peningkatan hingga ke depan.
Dari hasil pemantauan, pergerakan magma sudah terjadi di sekitar jarak 5 kilometer di bawah permukaan laut .
Dijelaskan Kasbani, dalam energi gunung berapi terkandung uap dan gas yang berfungsi mendobrak material yang berada di atasnya.
”Kapan akan terlepas (terjadi dobrakan, red), itu yang kita tidak tahu. Kami hanya membaca tanda-tanda,”ungkap Kasbani.
Ditambahkan, energi yang dihasilkan dari aktivitas magma di bawah permukaan Gunung Agung demikian besar.
Itu bisa diprediksi dari jarak waktu letusan yang cukup lama, yakni selang 54 tahun dari waktu terjadinya letusan terakhir pada tahun 1963.
Berdasarkan catatan PVMBG, Gunung Agung hanya punya sedikit peristiwa letusan.
11. Gunung Agung Tercatat Baru 4 Kali meletus, berbeda dengan gunung berapi lainnya
Gunung Agung tercatat baru 4 kali meletus sejak tahun 1800, yakni tahun 1808, 1821, 1843, serta 1963.
Ini berbeda dengan sejumlah gunung berapi lainnya di Indonesia.
Karakter letusan Gunung Agung juga sangat eksplosif, berbeda dengan gunung berapi lain di Indonesia yang sering meletus dan berulang.
“Tadi (kemarin) kita juga pasang alat pendeteksi untuk mengetahui kembang kempesnya gunung. Hari ini akan ditambah satu lagi alat untuk mengukur jarak miring dan jarak datar,” jelas Kasbani.
Dilihat dari frekuensi gempa serta kekuatan amplitudonya, perubahan aktivitas Gunung Agung begitu cepat dan meningkat begitu tajam.
12. Gunung Agung kini sangat berpotensi ke arah letusan
Perubahan yang cepat dan tajam yang ditunjukkan Gunung Agung itu, kata Kasbani, membuatnya sangat berpotensi ke arah letusan.
“Tapi belum bisa dipastikan kapan terjadi (letusan). Petugas kami akan terus membaca tanda-tanda dari gunung," terang Kasbani.
Oleh karena itu, PVMBG kembali menghimbau warga untuk tidak melakukan aktivitas di seluruh area dalam radius 6 kilometer dari kawah Gunung Agung.
Selain itu, karena kondisi gunung terus mengalami peningkatan aktivitas vulkaniknya, maka ada juga perluasan kawasan berbahaya 7,5 kilometer dari utara, selatan, tenggara, dan barat daya.
Jika menelisik sejarah meletusnya Gunung Agung didapatkan beberapa fakta yang cukup mengerikan.
Seperti diketahui, Gunung Agung ialah gunung tertinggi di Pulau Bali dengan ketinggian 3.142 mdpl (meter di atas permukaan laut).
Ketika meletus, gunung itu menewaskan ribuan orang (1.148 orang, data Departemen Pekerjaan Umum) dan merusak berbagai bangunan termasuk Taman Ujung yang terkenal dengan istana airnya.
Gunung itu adalah gunung api bertipe strato, memiliki kawah yang sangat besar dan sangat dalam yang kadang-kadang melepaskan asap dan uap air.
Dari Pura Besakih gunung itu tampak runcing sempurna, padahal puncak gunung tersebut memanjang dan berakhir pada kawah yang melingkar dan lebar.
Sebelum terjadi letusan puncak pada 17 Maret 1963, Gunung Agung menampakkan aktivitasnya pada 18 Februari 1963.
Disebutkan, warga mendengar suara letusan dan awan tersembur ke udara dari puncak gunung.
Kemudian pada 24 Februari 1963, lahar mulai turun di bagian utara gunung, dan meluncur sejauh 7 kilometer selama 20 hari.
Puncaknya letusan pada 17 Maret 1963, Gunung memuntahkan abu vulkanik sejauh 10 kilometer ke udara.
Desa-desa rusak, dan seribuan orang meninggal.
Pada 16 Mei 1963, letusan kembali terjadi dan menewaskan sekitar 200 orang.
Rangkaian aktivitas Gunung Agung terjadi hingga 1964.
Menurut catatan, letusan terakhir terjadi pada 26 Januari 1964, setelah itu aktivitas Gunung Agung tak terlihat lagi.
Sebelumnya letusan 1963-1964, Gunung Agung pernah meletus pada 1808, 1821, 1843, 1908, 1915, dan 1917.
Pangelingsir Pura Pasar Agung, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Jro Mangku Wayan Sukra mengungkapkan bahwa, tanda-tanda sekala dan niskala biasanya muncul saat Gunung Agung hendak mengalami erupsi atau meletus.
Ini 7 Pertanda Sekala Niskala Jika Gunung Agung akan Meletus:
1. Pertanda sekala biasanya muncul sebulan hingga tiga bulan sebelum erupsi.
2. Pertanda sekala seperti hewan-hewan yang tinggal di ketinggian Gunung Agung turun gunung.
3. Hewan yang biasanya tinggal di Gunung Agung bahkan ke rumah-rumah penduduk.
4. Hewan-hewan itu lebih peka merasakan suhu yang meningkat di bagian atas gunung, karena adanya peningkatan aktivitas vulkanik.
5. Selain itu, biasanya juga terjadi hujan abu.
6. Jika abu tersebut menempel di badan akan bisa menimbulkan gatal, dan mengalami lecet.
7. Tanda niskala terdengar bunyi gamelan dan bleganjur sebleum erupsi.
”Kalau secara niskala biasanya terdengar bunyi gamelan dan bleganjur sebelum erupsi. Semoga tak terjadi,” harap Wayan Sukra, Minggu (17/9/2017).
Sedangkan pertanda sekala, imbuh dia, sebulan hingga tiga bulan sebelum erupsi biasanya hewan-hewan yang tinggal di ketinggian Gunung Agung turun ke bawah dan bahkan ke rumah-rumah warga.
“Tanda-tanda sekala dan niskala itu menjelang erupsi itu sebagaimana yang dituturkan turun-temurun dari nenek moyang. Saat ini, tanda-tanda sekala dan niskala itu belum ada yang muncul. Oleh karena itu, warga saya harap tenang dan tidak resah. Media juga harus beritakan yang objektif biar warga tak resah,” ungkap Jro Mangku Wayan Sukra.
Pria yang juga menjabat sebagai Bendesa Sogra ini berjanji akan terus menggelar upacara untuk memohon keselamatan kepada Tuhan dan agar terhindar dari bencana.
Kapan Gunung Agung akan mengalami erupsi, waktunya tidak dapat dipastikan.
Hanya tanda-tandanya saja yang bisa dianalisa.
Namun, warga masih berharap agar Gunung Agung kembali normal.
sumber : tribun