Sindiran Fraksi PDIP Bikin Pastika ‘Murka’
Gubernur Made Mangku Pastika ‘murka’ gara-gara disindir Fraksi PDIP DPRD Bali tidak transparan dan seolah-olah tidak jujur soal masalah anggaran daerah, dalam sidang paripurna di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Senin (26/9). Pokok persoalan yang jadi pemicu ketegangan adalah munculnya kenaikan dana hibah hingga Rp 186 miliar dalam APBD Perubahan 2016.
Sidang paripurna dengan agenda pembacaan pandangan fraksi-fraksi terhadap Ranperda APBD Perubahan 2016 dan Raperda Pembentukan & Susunan Perangkat Daerah, Senin kemarin, awalnya berlangsung teduh. Namun, suasana tegang kontan menyeruak setelah juru bicara Fraksi PDIP DPRD Bali, Made Budastra, dalam penyampaian pandangannya menyatakan dana hibah eksekutif ‘menepuk air ke muka sendiri’, yang merendahkan lembaga. Budastra menyebutkan dana hibah mengalami peningkatan yang signifikan dan dramatis dalam APBD Perubahan 2016.
Anggaran hibah naik dari rencana Rp 979,83 miliar di APBD Induk 2016 menjadi seebsar Rp 1,116 triliun di APBD Perubahan 2016. Artinya, dana hibah naik sekitar Rp 186,30 miliar atau 19,1 persen. “Kami patut merasa tercengang dengan pemasangan dana hibah yang begitu saja muncul dalam jumlah yang fantastis,” sindir Budastra.
Menurut Budastra, sebelumnya saat pembahasan KUA/PPAS Rancangan Perubahan APBD Tahun 2016, eksekutif melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bermaksud meniadakan anggaran hibah di APBD Perubahan 2016, dengan alasan tidak ada anggaran yang cukup untuk pos tersebut. “Tapi, sekarang tiba-tiba saja langsung tancap gas dengan usulan dana hibah yang besar untuk APBD Perubahan 2016,” sentil anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Gianyar ini.
Budastra pun mempertanyakan, mengapa usulan dana hibah untuk ukuran APBD Perubahan tidak terdeteksi? Ini memunculkan pertanyaan besar bagi legislatif. ”Jadi tanda tanya besar, ada apa di balik strategi ini? Fakta yang terbukti, eksekutif sudah berani ajukan dana (hibah) sebesar Rp 186 miliar. Mohon penjelasan yang jujur dan rasional mengenai masalah ini,” pinta Budastra.
Paparan Budastra kontan membuat membuat mimik muka Gubernur Pastika berubah. Apalagi, Budastra kemudian mengingatkan Gubernur Pastika dan jajaran SKPD Pemprov Bali untuk lebih hati-hati bicara dokumen ke publik (media). “Kami ingatkan saudara Gubernur dan jajarannya untuk tidak menyampaikan hal-hal ataupun dokumen yang tak dapat dipertanggungjawabkan, penyampaian yang tidak berimbang kepada publik. Karena sejatinya kita sedang menepuk air ke muka sendiri dan merendahkan lembaga terhormat ini,” ujar Budastra sembari menilai Gubernur memberikan penyampaikan masalah defisit anggaran dikaitkan dengan dana hibah yang tidak ada relevansinya.
Begitu jubir Budastra selaku jubir Fraksi PDIP turun dari podium dan pimpinan sidang Nyoman Sugawa Korry (Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar menutup sidang pairpurna), Gubernur Pastika langsung menghampiri Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali, I Kadek Diana. “Bertanya boleh, tapi ini keterlaluan. Pakai kata-kata jujur segala,” tandas Gubernur Pastika yang kemarin didampingi Sekprov Bali Tjokorda Ngurah Pemayun dan Karo Humas Setda Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra Putra, sambil ngeloyor ke lobi ruangan sidang utama.
Ketika dicegat awak media, Gubernur Pastika terlihat emosi. Mantan Kapolda Bali ini mengatakan, seharusnya Fraksi PDIP tidak ngawur. “Jangan begitulah, seolah- olah saya tidak jujur. Bagaimana sih, kita kan bahas semuanya. Nggak mungkin angka itu muncul tiba-tiba,” tegas Pastika.
Pastika kemudian merinci besaran kenaikan dana Rp 186 miliar yang dimaksud Fraksi PDIP. Menurut Pastika, dana sebesar Rp 186 miliar jelas peruntukannya. Pertama, untuk dana pendidikan yakni Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp 124 miliar. Dana BOS ini memang harus dibayar, bukan hibah. Kedua, dana untuk bonus atlet PON XIX 2016 Bali yang meraih medali senilai Rp 17 miliar. Ketiga, tambahan dana bansos yang diminta DPRD Bali sebesar Rp 45 miliar. “Jadi, jumlahnya sekitar Rp 186 miliar. Oke?” tandas Pastika.
Pastika mengingatkan, persoalan hibah bukanlah masalah jujur dan tidak jujur. “Jadi, hibah itu bukan saya tidak jujur. Sudah ada angka-angkanya dan dibahas bersama-sama secara marathon. Lagian, itu kan KUA dan PPAS. Namanya saja plafon anggaran sementara,” ujar mantan Kapolda Bali yang penyandang predikat Asia Star 2003 versi Majalah Time ini.
Di sela-sela makan siang bersama awak media kemarin, Pastika belum juga bisa menyembunyikan rasa jengkelnya. “Apanya yang tidak jujur? APBD itu disusun bersama-sama antara eksekutif dan legislatif. Kemudian, ada verifikasi ke Mendagri. Apanya nggak jujur? Bagaimana mau sembunyikan? Kalau begitu, nggak usah saja dibahas APBD Perubahan,” katanya.
“Bagaimana menurut media? Nggak beretika sekali bicaranya mengatakan seolah-olah saya tidak jujur, di depan umum lagi,” lanjut Gubernur asal Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Buleleng ini. Pastika pun berjanji akan memberikan jawaban dalam sidang paripurna pekan depan. ”Kasi kepada SKPD yang susun jawabannya. Biar dikasi jawaban lalah manis. Bila perlu, saya siap bacakan 2 jam itu.”
Gubernur Bali Berikutnya Harus Miliki Tiga Hal Penting Ini!
DENPASAR - Masyarakat Bali pada tahun 2018 mendatang kembali akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah guna memilih Gubernur dan Wakil Gubernur masa bakti 2018-2023.
Dalam membidik pemimpin yang tepat, ada tiga hal penting yang harus dimiliki seorang calon pemimpin Bali yaitu mengerti managemen birokrasi, memiliki ideologi serta memiliki jiwa negarawan, demi kemajuan dan kesejahteraan Bali di masa mendatang.
Demikian diungkapkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam acara Jumpa Fans Dialog Interaktif dan Talkshow dengan tema “Membidik Sosok Pemimpin Bali periode 2018-2023”, di Aula Radio Republik Indonesia (RRI) Denpasar Pro I FM 88.6 MHz, Selasa (27/9/2016).
Pastika merinci bahwa sosok Gubernur Bali ke depan harus mengerti dengan manajemen birokrasi (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria), karena semua pekerjaan nanti sangat terikat dengan tata peraturan pemeritah dan perundang-undangan yang berlaku.
“Jangan sampai nanti seorang Gubernur tidak mengerti dengan manajemen birokrasi. Salah-salah, bisa masuk penjara kan kasian”, ujarnya.
Selain mengerti managemen, seorang pemimpin Bali ke depannya juga merupakan seorang politisi yang memiliki ideologi yaitu menjaga keutuhan NKRI dengan tidak menginginkan untuk merdeka sendiri, mengamalkan lima butir Pancasila, konsisten untuk mensejahterakan rakyat dan menjaga keamanan untuk melindungi rakyat Bali.
Selanjutnya, Pastika juga mengharapkan bahwa Gubernur Bali ke depan harus memiliki jiwa negarawan, di mana tidak berpikir untuk dirinya sendiri, melainkan memiliki pemikiran yang visioner dan untuk satu generasi.
“Kalau bisa pemimpin ke depan memiliki jiwa negarawan. Jadi berpikirnya satu generasi kurang lebih 25 tahun ke depan. Jadi program yang dibuat hasilnya bisa dirasakan dalam kurun waktu yang lama,” ujar orang nomor satu di Bali tersebut.
Dalam talkshow tersebut, juga muncul pemikiran dari beberapa narasumber, salah satunya datang dari Ketua PHRI Kabupaten Badung Prof Ketut Rai Setiabudi, yang mengungkapkan bahwa pemimpin Bali yang ideal untuk ke depannya, selain mampu mensejahterakan rakyat, namun juga harus pintar dan berwawasan internaisonal.
Hal tersebut mengingat, Pulau Bali telah menjadi destinasi pariwisata internasional dan aktif dalam kegiatan-kegiatan internasional.
Oleh karena itu diharapkan Pemimpin Bali nantinya aktif berkontribusi dalam ajang internasional.
Selain itu, Ketua Majelis Umum Desa Pekraman Provinsi Bali Jero Gede Swena Putus Upadesa, menyampaikan bahwa pemimpin Bali ke depan hendaknya mampu mengayomi masyarakatnya, jujur dan memiliki pengetahuan terkait lingkungan desa pekraman, mengingat masyarakat Bali masih berpegang teguh dengan Desa Pekraman.
Ketua Persatuan Wartawan Indoensia (PWI) Bali Drs IGMB Dwikoraputra menyampaikan bahwa pemimpin Bali ke depan harus berani melawan arus demi kepentingan masyarakatnya, tidak hanya mengutamakan suatu pencitraan dengan mengikuti keinginan masyarakat, namun juga harus berani mengeksekusi sebuah program atau keputusan yang nantinya memang untuk mensejahterkan masyarakat.
Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Provinsi Bali Ayu Winariati, yang juga hadir dalam diskusi tersebut menyampaikan bahwa terdapat tiga (3) syarat yang harus dipenuhi sebagai syarat pencalonan bagi pasangan calon yang berasal dari partai politk (parpol) maupun gabungan parpol dalam tahapan pencalonan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tahun 2017.
Syarat pertama ialah parpol dan gabungan parpol yang akan mengajukan calon harus memperoleh 20 persen kursi atau 25 persen suara pada pemilu legislatif sebelumnya.
Kemudian syarat kedua ialah paslon didaftarkan oleh parpol pada tingkatan yang relevan.
Jika pemilihan gubernur dan wakil gubernur maka pendaftarannya dilakukan oleh pengurus partai di tingkat provinsi.
Syarat yang ketiga yang harus ada ialah SK dari DPP tentang persetujuan paslon yang didaftarkan itu.
Kalau tidak ada SK-nya, maka KPU tidak bisa menerima pendafataran.
Sedangkan apabila mengajukan dari jalur independen maka calon tersebut harus memperoleh dukungan dari 250.094 KTP minimal di 6 kabupaten/kota di Bali.
Ia berharap partai-partai politik dengan cerdas dapat membidik para paslon yang akan diusung sehingga, masyarakat dapat memilih calon pemimpin yang berkualitas dan mampu mesejahterakan rakyat Bali di masa mendatang.
Hadir pula dalam kesempatan tersebut Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali Dewa Mahendra Putra, Pimpinan RRI Denpasar, serta narasumber yang datang dari berbagai ruang lingkup keilmuan.
sumber : NusaBali, tribun