Mengenang Angeline |
Angeline Kemarin Seharusnya Terima Raport
DENAPASAR - Hari ini, SDN 12 tempat Angeline (8) anak yang ditemukan dikubur di belakang tempat tinggal ibu angkatnya, di Jalan Sedap Malam No 26, Kesiman, Denpasar, Bali akan melakukan pembagian raport.
Hal ini dikatakan oleh Wali Kelas 2B, Putu Sri Wijayanti.
Dari hasil rapat dewan guru Angeline dipastikan naik kelas.
"Naik kelas itu sudah kesepakatan kami," ungkapnya, Jumat (12/5/2015)
Ia juga menambahkan, keputusan naik kelas ini didasarkan pada nilai keseharian selama Angeline bersekolah.
"Dari hasil penilaian tersebut kami memastikan bahwa anak kami Angeline naik kelas," katanya.
19 Adegan Pra Rekonstruksi, Ada Orang Lain Jerat Leher Angeline
DENPASAR - Tersangka Agustinus Tai Hamdamai ternyata bukan orang yang menjerat leher Angeline, bocah perempuan delapan tahun yang ditemukan tewas dan dikubur di belakang rumah ibu angkatnya setelah hilang selama 25 hari.
Dalam pra-rekonstruksi yang digelar Polresta Denpasar di rumah ibu angkat Angeline di Jalan Sedap Malam No 26 Kesiman, Denpasar, Bali, Kamis (11/6/2015) siang, tidak ada adegan Agus menjerat leher korban.
Penasihat hukum Agus, Haposan Sihombing, seusai mengikuti pra-rekonstruksi mengatakan kliennya melakukan 19 adegan.
"Ini menjadi tugas polisi untuk mengungkap pelaku yang menjerat leher Angeline," ujar Haposan.
Ia mengatakan, dalam pra-rekonstruksi terlihat ada tali namun tidak digunakan oleh Agus untuk menjerat leher Angeline.
Dalam pra-rekonstruksi tergambar Agus membunuh Angeline pada pukul 16.00 Wita dan menguburkan pada pukul 20.00.
Sedangkan, pada petang hari itu Margareith, ibu angkat korban, telah mengetahui Angeline hilang.
Secara logika ketika mengetahui Angeline hilang seharusnya Margareith mencari keberadaan anaknya di sekeliling rumah.
"Kan mayat itu ada di kamar Agus, baru pada pukul 20.00 dikuburkan. Masak ibu angkatnya tidak mengecek sekeliling rumah. Menjadi tugas kepolisian untuk mengungkap kejanggalan itu," ucap Haposan.
Dalam waktu dekat dirinya akan mencoba menggali fakta‑fakta yang diketahui Agus terkait kasus pembunuhan sadis tersebut.
Ada 19 adegan yang direkakan dalam pra-rekonstruksi untuk memperoleh gambaran secara utuh mengenai kematian anak tersebut.
Menurut Haposan, dari sejumlah adegan tersebut, ada tiga adegan yang mengakibatkan meninggalnya Angeline.
Mulai dari adegan 7 dimana Agus diduga mencekik leher Angeline dengan tangan kiri dan dan tangan kanan.
Setelah mencekik ia kemudian membenturkan kepalanya ke tembok hingga lemas dan meninggal.
Pada adegan ke-9 Agus kemudian membuka celana Angeline dan melakukan kekerasan seksual.
"Adegan ke-10 dia mengambil sprei di samping kamarnya Margareith, dan membungkus jenazah Angeline," jelasnya.
Kepala Instalasi Forensik RSUP Sanglah, dr Dudut Rustiadi juga mengungkapkan, dalam pra-rekonstruksi tidak terdapat adegan jeratan leher.
Hasil autopsi pada jasad korban ditemukan bekas jeratan tali.
Ia mengatakan, Angeline meninggal karena benturan pada pelipis kanan, pelipis kiri, dan dahi sehingga terjadi pendarahan hebat pada bagian kepala.
"Tahapan autopsi telah selesai," kata Dudut.
Dalam pemeriksaan forensik juga diketahui ada beberapa luka yang diderita Angeline sebelum menghembuskan nafas terakhir.
Terkait kekerasan seksual, Dudut mengatakan pihaknya tidak dapat melakukan pemeriksaan organ vital korban karena kondisi mayat telah membusuk.
Saat pra-rekontruksi berlangsung, pukul 11.00-12.00 Wita, ratusan warga berdatangan ke tempat kejadian perkara (TKP).
Alhasil kemacetan terjadi di depan rumah Margareith.
Semasa Hidup, Raport Angeline Diambil Sendiri
DENPASAR - Hari pembagian raport menjadi kenangan tersendiri bagi Putu Sri Wijayanti wali kelas Angeline di kelas 2B SDN 12 Sanur.
Ia ingat, saat pertama kali pembagian raport, ibu angkat Angeline yakni Margareith Ch Megawe tak datang mengambilnya.
"Saat hari pembagian, memang ibunya tidak datang," jelas dia, Jumat (12/6/2015).
Ia menjelaskan, karena ibunya tak datang, Angeline sendiri yang mengambil raportnya tersebut.
Kata dia, saat ditanya kenapa ibunya tak datang, Angeline hanya diam dan menggelengkan kepalanya.
"Ya diam saja. Saya juga tak bertanya lebih jauh," katanya.
Ini Kejanggalan Tali Korden, Dugaan Pembunuhan Angeline Bersekongkol
DENPASAR - Meski polisi sudah menetapkan Agustinus Tai Hamdamai sebagai tersangka, publik tampaknya tidak sepenuhnya percaya bahwa pelaku pembunuhan terhadap Angeline hanya satu orang.
Karena itu, polisi diminta mengungkap kemungkinan tersangka lain dan tidak hanya berhenti pada pemeriksaan terhadap Agus, pembantu di rumah Margareith.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Merdeka Sirait, menduga kasus pembunuhan tersebut dilakukan secara bersengkongkol.
Tidak mungkin hanya Agus yang melakukan.
"Saya yakin ini kasus ini adalah sebuah persengkongkolan jahat," tegas Sirait.
Margareith diduga terlibat dalam persengkongkolan tersebut.
"Pasti ada aktor lain, pasti ada itu," yakinnya.
Untuk itu, polisi harus mampu mengungkap kasus tersebut secara tuntas.
"Artinya, ketika Margareith dilepas karena belum ada alat bukti, ia dapat dipanggil kembali karena masih dalam proses penyelidikan," tegas Sirait.
Ia juga mempertanyakan, bagaimana mungkin para penghuni tidak mengetahui keberadaan jenazah Angeline yang terkubur di sekeliling rumah tersebut.
Sedangkan ia sendiri saat berkunjung ke lokasi rumah tersebut sempat mencium bau busuk.
"Inilah yang harus dijadikan perhatian dari kepolisian," terang dia.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar juga menilai kasus pembunuhan siswa kelas II SDN 12 Sanur yang diselidiki Polda Bali dan Polresta Denpasar penuh dengan kejanggalan.
Menurut Siti Sapurah, Pendamping hukum P2TP2A Kota Denpasar, kejanggalan yang ada sudah ia cium sehari pasca-pelaporan Angeline menghilang.
Padahal, menurut hasil penyelidikan P2TP2A, petugas kepolisian sudah diberitahu jika Angeline kemungkinan besar sudah meninggal dan dikubur di sekitar rumah ibu angkatnya.
"Kita sejak awal sudah mewawancarai semua penghuni rumah ibu angkat Angeline. Kesimpulan kami Angeline dibunuh dan sudah dikubur di sekitar rumah. Saya sudah sampaikan sejak lama, tapi kenapa tidak ada tindakan sigap dari kepolisian. Apalagi dengan jarak beberapa minggu saja bisa mengetahui bekas galian, nah kalau dicari saat saya melapor apa gundukan tanahnya lebih terlihat jelas?" cetusnya tadi malam.
Kejanggalan lain juga dibeberkan oleh wanita yang dikenal dengan panggilan Ipung ini.
Menurutnya, kejanggalan barang bukti yakni tali korden dan bad cover, juga harus diselidiki dengan benar dan transparan.
"Begini mas, kondisi rumah tertutup dan tidak ada yang bisa keluar masuk dengan mudah. Keberadaan barang bukti tali korden yang mirip dengan korden di kamar Margareith, kamar atau ruang lain tidak ada korden. Satu lagi ada yang menjanggal bad cover warna putih, apakah mungkin Agus pakai bad cover? Agus pembantu loh. Kami yakin itu bad cover bukan sprei biasa, toh aneh kalau Agus pakai sprei putih," ungkap Ipung.
Kepala Sekolah SDN 12 Sanur, Ketut Ruta mengatakan, pihaknya memiliki keyakinan ada peran orang terdekat Angeline dalam kasus tersebut.
Apalagi, pencarian terhadap Angeline di rumah tersebut sempat dihalang-halangi oleh Margareith.
"Kalau tidak terlibat kenapa Ibu Margareith menghalang-halangi polisi waktu ingin melakukan pemeriksaan di rumah itu," tegas Ruta.
Apalagi dari kesaksian wali kelas Angeline diketahui anak hasil adposi itu sempat ditemukan beberapa lebam dan kondisi Angeline yang tidak diurus oleh Margareith.
Beberapa warga yang ditemui di lokasi kejadian saat pra-rekontruksi senada dengan Ruta.
Warga meyakini bahwa Angeline menjadi korban dari pembunuhan beberapa orang terdekat Angeline.
"Saya yakin semuanya di dalam rumah terlibat," teriak Sarkis warga asal Gianyar.
Ia mengatakan, ketika eksekusi pasti ada teriakan dari Angeline.
Sesuatu yang mustahil jika teriakan tersebut tidak didengar oleh ibu angkat Angeline, Margareith.
Ibu kandung Angeline, Hamidah, pun merasa kecewa setelah mendapatkan informasi bahwa Margareith diperbolehkan pulang dan tidak ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
"Pembunuhan terjadi di rumahnya, pasti seisi rumah terlibat," keluhnya sembari menangis di RSUP Sanglah, kemarin.
Dalam kesempatan tersebut, tampak hadir mertua Hamidah, Saniman dan ayah biologis dari Angeline, Rosidiq.
"Saya sangat kecewa setelah mendengar bahwa Margareith dan anak-anaknya diperbolehkannya pulang oleh pihak kepolisian," terang Rosidiq yang sudah setahun lebih pisah ranjang dengan Hamidah.
Rosidiq dan Hamidah tidak bisa menerima perlakukan orangtua angkat anaknya itu yang dinilai memperlakukan Angeline dengan tidak manusiawi hingga menyebabkannya tewas.
Menurut dr Lely Setyawati, psikolog yang sempat memeriksa kejiwaan Margareith selama tiga jam di Polresta Denpasar, Rabu (10/6/2015) malam, ada kelainan dalam diri wanita berumur 50 tahun itu.
"Ya, hasil pemeriksaan memang dia psikopat," kata Lely, kemarin.
Selama pemeriksaan di Polresta Denpasar, Margareith selalu menjawab dengan nada tinggi dan sesekali menangis.
Hingga akhirnya Polresta mendatangkan seorang psikiater.
Feeling Sirat, Pembunuhan Dilakukan Orang Seisi Rumah
DENPASAR - Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait didampingi oleh Naomi dari Tim Reaksi Cepat Komnas Perlindungan Anak sudah tiba di Instalasi Forensik RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, Jumat (12/6/2015).
Dalam kesempatan tetsebut, Komnas Perlindungan Anak langsung diterima oleh Kepala Bagian SMF Instalasi Kodekteran Forensik RSUP Sanglah, dr.IB Putu Alit dan Kabid Humas Polda Bali, Kombespol Hery Wiyanto.SH.
"Feeling...ini feeling saya sejak beberapa kali mengamati kasus ini dan terjun langunsung ke TKP, bahwa kalau istilah saya ada persekongkolan jahat di balik semua ini," ujarnya tegas dihadapan para awak media.
Menurutnya, dalam kebanyakan kasus serupa, persekongkolan jahat yang dimaksud dilakukan oleh orang seisi rumah atau orang terdekat dari korban.
"Tapi terkait hal ini saya tidak bisa menuduh orang karena saya tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah," terang Arist Merdeka Siraid.
Hal ini ia berani sampaikan setelah mengadakan kunjungan langsung ke kediaman dari ibu angkat Angeline, Margareith Ch Megawe beberapa waktu lalu untuk mendaptkan informasi terkait Angeline.
Untuk menguatkan informasi tersebut, pihaknya juga meminta keterangan dari guru, wali kelas Angeline dan lain-lain.
"Informasi tersebut yang kita share ke juga ke pihak kepolisian dan untuk prosesnya memang yang berwenang adalah pihak penyidik," ujarnya.
Setelah melihat kondisi jenazah, dan mendengarkan penjelasan hasil autopsi dari Kedokteran Forensik RSUP Sanglah, pihaknya makin yakin bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap Angeline bukan kekerasan yang spontan.
Tetapi pihaknya yakin Angeline berkali-kali mengalami kekerasan.
Netizen Tak Terima Pembunuh Angeline Hanya Dihukum 15 Tahun Penjara
DENPASAR - Netizen banyak yang berang ketika mendengar tersangka pembunuh Angeline, yakni Agustinus Tai Hamdamai akan dikenakan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2003 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Seperti yang terlihat di fanpage.
Baru 9 jam berita berjudul "Pembunuh Angeline Akan Dijerat Hukuman 15 Tahun" diupload, sudah ada 1.052 komen dari netizen (hingga pukul 10.10 Wita).
Kebanyakan mengaku tidak puas dengan hukuman 15 tahun untuk perbuatan keji tersebut.
Sumpah serapah keluar dari beberapa akun. Bahkan, beberapa netizen menggunakan kata-kata yang sangat kasar karena mungkin saking kesalnya.
Seperti akun "Panca Dewata" yang menulis "Ini pembunuhan berencana & berlapis.. gk setimpal kalau dipenjara selama 15 tahun..dari memperkosa & berencana utk menghabisi nyawa seseorang & tindak kekerasan kepada anak dibawah umur..minimal dihukum seumur hidup & maximal hukuman mati !! Dan bukan cmn si agus aja yg kena hukuman,ibu angkatnya jg harus diberi hukuman karna adanya tindak kekerasan & penganiayaan dibawah umur..KPAI harus menuntut itu jg !!!".
Komen dari Akun "Panca Dewata" yang di-like 101 akun lain (hingga pukul 10.10 Wita) itu menyoroti pasal berlapis yang bisa dikenakan pada Agustinus.
Selain itu, komen yang mendapatkan 13 balasan dari netizen lain itu juga menyoroti dugaan kekerasan Margareith Ch Megawe kepada Angeline.
Aku lain yakni "Hin Seiryoku" menulis "Cuma 15 tahun penjara dengan kasus pembunuhan,pelecehan sexsual??? Bikin malu aja pengadilan.Berilahlah hukuman yg setimpal yg bikin pelaku efek jera. Selama tidak ada contoh hukum tegas..kriminal".
Selain hukuman yang dianggap terlalu ringan, malah banyak netizen yang berharap hukuman mati untuk si pelaku.
Netizen dengan akun "Adi Lesmana" menulis "Gk cocokkkkkk,,,,,,,,klo pembunuhan sama anak dibawah umur,apalagi tanpa perlawanan,,,,,,,tanpa basa basi lagiiiiiii,,,,,harusssss dihukumm yg setimpalll!!!!!!!!! Alias HUKUMAN MATIIIIIII".
Nada kurang setuju akan hukuman yang terlalu ringan, tidak hanya keluar dari netizen.
Sebelumnya, seperti yang dilansir Kompas.com , Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengaku prihatin dengan meninggalnya Angeline, bocah delapan tahun yang dibunuh.
Dirinya berharap kasus pembunuhan bocah delapan tahun yang sebelumnya dikabarkan hilang, tersebut harus menjadi awal penguatan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2003 tentang perlindungan anak.
Pasalnya, dalam UU tersebut, pelakunya kekerasan terhadap anak hanya dihukum 3-15 tahun.
Menurut Fahri, revisi tersebut diperuntukkan, agar para pelaku kekerasan terhadap anak bisa mendapatkan efek jera.
"Jadi saya kira perlu memiliki sistem perlindungan anak yang lebih komperhensif, dan negara harus meninjau lagi sistem perlindungan anak," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (11/6/2015).
Sebelumnya, pada hari yang sama, Kamis (11/6/2015), Kapolda Bali Irjen Pol
Ronny F Sompie dalam press release mengatakan tersangka pembunuh Angeline, Agustinus Tai Hamdamai akan dikenakan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2003 tentang perlindungan anak.
Terkait pasal yang disangkakan kepada Agustinus, Sompie mengatakan pasal yang disangkakan yakni Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
"Untuk sementara pasal itu yang kita sangkakan," terangnya.
Ini Kesan Sirait Tentang Ibu Angkat Angeline Saat Diinvestigasi
DENPASAR - Beberapa kejanggalan disampaikan oleh Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak, pada saat menyambangi Instalasi Forensik RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, Kamis (12/6/2015), terkait kasus kematian Angeline.
Hal tersebut diungkapkan Arist berdasarkan hasil saat investigasi awal ke rumah korban (TKP), 24 Mei 2015 lalu.
Menurutnya, dari hasil investigasi yang diperoleh, ia melihat langsung situasi yang tidak cukup baik dan layak dari sudut pandang Komnas Perlindungan Anak.
"Suasana tempat tinggalnya sangat tidak layak. Saya juga bertemu langsung dengan ibu angkatnya, yang ternyata karakternya sangat tempramental dan tertutup," kata Arist.
Bahkan, menurut Arist, Margareith selain tampak seakan ada yang ditutupi, juga pernah mengeluarkan statement dengan nada emosional pada saat dilakukakannya investigasi kala itu.
"Siapapun yang mengambil Angeline akan saya bunuh," ujar Arist menirukan apa yang diucapkan Margareith CH Megawe kala itu.
Berdasarkan asas praduga tak bersalah atas temuan-temuan yang diperoleh selama dilakukannya investigasi beberapa waktu yang lalu tersebut, Arist bersama Komnas Perlindungan Anak pun berani menyatakan bahwa kasus ini adalah konspirasi kejahatan.
"Kasus kematian Angeline adalah konspirasi kejahatan yang dilakukan oleh orang terdekat. Ini berada di lingkup yang sempit, pasti ada keterlibatan dari orang terdekat," tegasnya.
Oleh karena itu, ia menyampaikan bahwa pihak Polresta jangan sampai melepaskan orang-orang terdekat dan harus terus dilakukan pemeriksaan mendalam.
Ibu Angkat Angeline Didampingi Tiga Pengacara
DENPASAR - Dalam proses pemeriksaan terhadap ibu asuhnya yakni Margareith Ch Megawe didampingi tiga pengacara. Adalah Poppy, Bernadin, dan Vera. Poppy mengatakan, saat ini pemeriksaan terhadap Margareith berkisar kepada kehidupan di seputar rumah tersebut.
"Masih kami dampingi. Dan saat ini memang pemeriksaan masih berkutat di kehidupan di seputar rumah tersebut," jelasnya, Jumat (12/06/2015).
Terkait dengan boneka yang berada di jenazah Engeline. Pengacara yang berkantor di Kerobokan, Badung ini mengatakan, boneka tersebut bukan berasal dari dalam rumah miliknya. "Klien kami mengatakan bahwa ini tidak pernah berada di rumahnya," jelas dia.
Bercak Darah yang Sama Juga Ada di Kamar Ibu Angkat Angeline
DENPASAR - Naomi dari Tim Reaksi Cepat Komisi Nasional Perlindungan Anak menjelaskan bukti baru terkait dengan kasus pembunuhan Angeline.
Dirinya kemarin, Kamis (11/6/2015) sempat ke lokasi ditemukan jenazah Angeline, di rumah orangtua angkat Angeline di Jalan Sedap Malam nomor 26, Kesiman, Denpasar, Bali.
Ia menjelaskan, pihak kepolisian menemukan bercak darah di ruang Agustinus Tai Hamdamai, pria asal Sumba, Nusa Tenggara Timur yang ditetapkan sebagai tersangka.
Selain itu, ternyata bercak darah yang serupa juga ditemukan di dalam kamar orangtua angkat Angeline, Margareith Ch Megawe.
"Saya kemarin turun ke lapangan langsung, bersama dengan tim Labfor Mabes Polri. Dan informasi yang kemarin saya dapatkan seperti itu. Ada bercak darah dari orang yang sama di kamar si tersangka Agustinus dan di kamar ibu angkat Angeline, Margareith Ch Megawe," terangnya ketika dimintai konfirmasi, Jumat (12/6/2015).
Namun saat dimintai konfirmasi lebih lanjut terkait hal tersebut, pihaknya enggan berkomentar lebih jauh.
"Intinya darah yang ditemukan adalah dari satu orang yang sama. Sisanya, yang lebih berwenang menjelaskan lebih jauh adalah pihak kepolisian. Dan kita yakin adanya persekongkolan jahat dalam kasus ini," terangnya emosional.
Ada Warisan Buat Angeline di Perjanjian
DENPASAR - Hamidah (Ibu kandung Angeline) tidak dapat menahan air matanya ketika kembali menyambangi Instalasi Forensik RSUP Sanglah, Denpasar, Jumat (12/06/2015). Ia tiba bersama dengan Pendamping Hukum dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemerdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar, Siti Sapurah dan Rosidiq (ayah kandung Angeline).
"Hari ini (kemarin), kami ada keperluan mengambil sampel darah orangtua Angeline untuk test DNA," ujar Siti Sapurah yang sudah dua hari terakhir selalu mendampingi Hamidah.
Rosidiq membantah adanya informasi yang mengatakan dirinya menerima uang ratusan juta rupiah dari keluarga Margareith sebagai orangtua angkat Angeline.
Selain itu, ia tidak menampik dalam perjanjian memang tertera dan tercantum bahwa Angeline berhak menerima hak waris yang setara dengan saudara angkatnya. "Saya lupa rincianya berapa, namun di perjanjian memang Angeline berhak menerima hak waris," terang Rosidiq.
Angeline Dilarang Bertemu Orangtua Selama 18 Tahun
DENPASAR - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menjelaskan, telah adanya unsur pidana dalam proses adopsi yang dilakukan oleh Margareith terhadap Angeline.
"Adanya syarat jika Angeline dilarang bertemu orangtua biologisnya sebelum usia 18 tahun itu sudah merupakan tindakan pidana," tegas Arist saat ditemui di Denpasar, Jumat (12/06/2015).
Arist menjelaskan, proses adopsi di Indonesia pada umumnya ada dua yaitu local adoption dan Inter Country Adotion. Dalam undang-undang, karena suami dari Margareith merupakan WNA, maka termasuk dalam Inter Country Adotion.
Namun, mungkin karena kesulitan-kesulitan tertentu dalam proses adminatrasinya, maka digunakanlah atas nama Margareith.
"Adopsi haruslah dilakukan dengan persyaratan hukum dan adanya penyerahan anak tanpa ada tekanan apapun," kata Arist.
Polisi Terus Periksa Ibu Angkat Angeline
DENPASAR - Kapolreata Denpasar Kombes Pol Anak Agung Made Sudana mengatakan hingga saat ini pihaknya masih melakukan pendalaman terhadap sejumlah saksi terkait ditemukannya jasad Engeline. Termasuk ibu asuhnya yakni Margareith Ch Megawe.
"Kami masih mendalami kasus tersebut. Saat ini memang belum selesai. Jadi belum bisa menyimpulkan apakah dia terlibat atau tidak," katanya, Jumat (12/06/2015).
Namun demikian, ia membenarkan seputar penemuan bercak darah di tisu yang ditemukan di kamar Margareit. Terkait dengan hal itu pihaknya saat ini masih mengirimkan bercak darah di tisu tersebut ke Laboratorium Forensik Mabes Polri. "Termasuk DNA korban, ibu dan bapak kandungnya," kata dia.
Selain menemukan bercak darah di dalam kamar Margareith, pihaknya berhasil menemukan bantal milik Margareith di kamar Agus. Saat ini, kata Kombes Sudana, bantal tersebut sudah dibawa ke Polresta Denpasar untuk dijadikan barang bukti. "Ya kami jadikan itu sebagai alat bukti. Kami masih menyelidikinya," terangnya.
Terkait status Margareith yang sudah diperiksa selama 1X24 jam. Mantan Kabid Propam Polda Bali ini juga mengatakan, bahwa saat ini pihaknya masih melakukan pemeriksaan secara intensif dengan yang bersangkutan. "Masih kita dalami keterkaitan dia dengan kematian korban. Apakah ada atau tidak itu lihat hasil penyidikan nanti," katanya.
Ia juga mengatakan, kemarin pihaknya sedang melakukan gelar perkara terkait penyerahan jenazah. Namun untuk penyerahannya pihaknya masih menunggu hasil tes laboratorium forensik Mabes Polri.
sumber : tribun