Seorang warga dipasung oleh keluarganya di Klungkung |
DENPASAR - Pergelangan kedua kaki Kadek Dana dililit rantai besi serta dijepit balok kayu sepanjang 1 meter.
Kondisi seperti itu membuat pergerakan tubuhnya tak leluasa.
Ia hanya bisa duduk dan sesekali merebahkan badannya di bale bambu.
Makan, buang air kecil atau besar, semua dilakukan di kamar yang setiap hari dibersihkan oleh keluarganya itu.
Ketika disapa dan didekati, pria yang pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Klungkung menyungging senyum sebagaimana lazimnya respon orang yang disapa.
Namun, beberapa saat kemudian pria 47 tahun ini terbengong dengan pandangan mata kosong.
Meskipun divonis mengidap gangguan jiwa, Kadek Dana masih bisa diajak berkomunikasi kendati tidak begitu jelas ucapannya, dan terbata-bata. Daya ingatnya pun terbatas.
“Saya kelahiran tahun 1968 pernah sekolah di SPG, kalau mikir saraf kepala ini sakit,” ujar Kadek Dana terbata-bata sembari memegang kepalanya.
Di rumah keluarga Kadek yang seluas sekitar 1 are itu, tinggal dua kepala keluarga. Setiap hari Kadek Dana diurus oleh keluarga kakaknya, I Nyoman Nasa.
Nasa menceritakan, gangguan kejiwaan adiknya sebetulnya sudah lama, namun hal tersebut belum disadari oleh pihak keluarga.
Tatkala beranjak remaja, indikasi Kadek Dana mengidap gangguan jiwa pun semakin terlihat. Ia kerap pergi dari rumah tanpa pamit.
Dikatakan Nyoman Nasa, sudah sejak tahun 1987 pihak keluarga mengusahakan pengobatan untuk Kadek Dana, mulai dari medis hingga datang ke orang pintar atau dukun.
“Kami sebetulnya pernah juga bawa ke rumah sakit jiwa Bangli sebelumnya. Karena kami kesulitan biaya, akhirnya kami bawa balik ke rumah dan diikat,” jelas Nyoman Nasa.
Menurut Suryani Institute for Mental Health (SIMM), jumlah penderita gangguan jiwa berat yang dipasung di Bali mencapai ratusan orang.
"Tahun 2007-2008 kami lakukan survei, ada sekitar 300 orang yang dipasung," kata Ketua SIMM, Prof Dr dr LK. Suryani Sp KJ.
Survei selanjutnya menunjukkan, angka orang-orang yang dipasung bertambah.
"Sekarang menjadi 350 orang," imbuh Prof LK Suryani.
Untuk survei itu, SIMM menyebar para relawan serta mendatangi setiap rumah yang terdapat penderita gangguan jiwa yang dipasung.
Tak hanya melakukan survei dan pendataan, SIMM juga secara berkala memberikan advokasi mengenai bahaya pemasungan kepada keluarga penderita.
Penyebaran jumlah penderita yang dipasung merata di semua kabupaten/kota di Bali, namun jumlah terbanyak ada di Karangasem dan Buleleng, kemudian Klungkung, Negara (Jembrana).
Bahkan di Denpasar yang dikenal sebagai kota metropolitan yang masyarakatnya semestinya sudah berpikiran maju, masih ditemukan juga kasus pemasungan.
sumber : tribun