DENPASAR - Keputusan Sabha Kertha Majelis Utama Desa Pakraman, 9 Mei lalu yang memutuskan mendaftarkan Desa Pakraman (Desa Adat) menyikapi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bakal diperkuat lagi dalam Paruman Agung (Kongres) IIII Majelis Desa Pakraman Bali pada Jumat (8/8) besok.
Ketua MUDP Bali, Jro Gede Wayan Suwena Putus Upadesa di Sekretariat MUDP Bali, Rabu (6/8), mengatakan pendaftaran Desa Adat menyikapi pilihan dalam UU Desa tidak ada pembahasan-pembahasan lagi. Namun memperkuat secara legilitas keputusan Sabha Kertha 9 Mei 2014 lalu yang mana diputuskan bahwa yang didaftarkan ke pusat adalah Desa Adat. Jro Suwena yang didampingi didampingi Petajuh I Dewa Gede Ngurah Suwastha dan Penyarikan Ketut Sumarta menegaskan, pendaftaran Desa Adat akan semakin kuat legalitasnya.
“Legalitasnya akan semakin kuat karena diputuskan dalam Paruman Agung sebagai forum tertinggi MDP,” ujar pensiunan purnawirawan Polri berpangkat Komisaris Besar ini.
Sementara Dewa Ngurah Suwastha mengatakan, keputusan Sabha Kertha yang memilih mendaftarkan Desa Adat sebagai konsekuensi memilih sesuai amanat dari UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sah adanya. Nanti di Paruman Agung kadar legitimasinya diperkuat. Kasarnya, Putusan Sabha Kertha adalah menunggu adanya proses kevakuman hukum. Di Bali konsekuensi memilih apakah mendaftarkan Desa Adat dan Desa Dinas ke pusat masih dibahas. “Keputusan mendaftarkan Desa Adat ini akan mendapatkan legitimasi tertinggi,” tegasnya.
Dewa Suwastha menegaskan, jangan ada kekhawatiran soal keputusan mendaftarkan Desa Adat ke pusat. “Ini ibarat pindah kamar saja. Jangan ada kekhawatiran. Daftarkan Desa Adat tidak ada konsekuensi apapun. Kami memberikan jaminan. Ini memang perlu kita berikan pemahaman terus menerus,” tegas Dewa Suwastha.
Selain memberikan penguatan tentang legitimasi terkait dengan pendaftaran Desa Adat, Paruman Agung MUDP Bali yang akan digelar di Gedung Wiswasabha Utama, Kantor Gubernur Bali, juga akan membahas program kerja kedepan. Yang menarik dibahas juga status Bendesa Adat yang akan dibersihkan dari bau politik. “Kita tegaskan Desa Adat itu bebas dari politik praktis, ini salah satu yang akan kami bahas,” ujar Jro Suwena.
Ada ide untuk jabatan Bendesa Adat tidak boleh berafiliasi dengan salah satu partai politik. Supaya krama adat tidak ikut diseret-seret dalam politik praktis. Kasarnya, Bendesa Adat nanti tidak boleh menjadi pengurus partai politik. “Sebenarnya Bendesa Adat tidak boleh memegang jabatan di partai politik itu sudah sejak dulu kami bahas. Dengan pengalaman di Pileg, Pilgub kemarin kita tak ingin masyarakat ditarik-tarik. Kami akan bahas lagi dan tekankan Bendesa Adat itu bebas dari politik praktis,” jelas Jro Suwena.
sumber : nusabali