NEGARA - Mantan Bupati Jembrana Prof Dr Drg I Gede Winasa mengaku sudah sangat siap dieksekusi sebagai terpidana 2 tahun 6 bulan kasus korupsi pengadaan mesin pabrik kompos, sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). Bahkan, dia balik tantang Kejaksaan Negeri (Kejari) Negara untuk secepatnya melakukan eksekusi. Alasannya, Gede Winasa ingin bebas sebelum Pilkada Jembrana 2015 agar bisa maju lagi sebagai Calon Bupati (Cabup).
Terkait keinginannya untuk secepatnya dieksekusi, mantan Bupati Winasa pun memastikan dirinya akan segera memenuhi panggilan Kejari Negara setelah Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1936, yang jatuh pada 31 Maret 2014 nanti. “Ya, saya juga inginnya cepat dieksekusi. Sekarang saya masih di Surabaya, karena ada urusan. Nanti setelah urusan selesai, pasti datang penuhi panggilan kejaksaan, mungkin setelah Hari Raya Nyepi,” tandas Winasa saat dikonfirmasi per telepon, Kamis (27/3).
Mantan Bupati Winasa menegaskan, keinginannya untuk segera diesekusi kejaksaan juga telah direstui pihak keluarganya. Dan, sudah ada pula persetujuan dan keinginan dari pihak keluarga agar mantan Bupati Winasa bebas sebelum pelaksanaan Pikada Jembrana, November 2015 mendatang.
Jadi, menurut mantan Bupati yang sukses membangun Jembrana selama dua kali periode (2000-2005 dan 2005-2010) ini, tidak ada alasan lagi bagi kejaksaan untuk mengulur-ngulur waktu eksekusi. “Kalau tidak cepat dieksekusi, kan saya yang rugi. Nanti saya tidak bisa ikut bertanding sebagai Calon Bupati di Pilkada Jembrana 2015. Catat, Pak Winasa tidak akan ke mana-mana,” tegas Winasa.
"Kalau saya menjalani hukuman sekarang, sebelum Pilkada Jembrana 2015 saya sudah bebas. Saat itu, saya akan maju lagi sebagai Calon Bupati Jembrana," lanjut mantan Ketua DPC PDIP Jembrana yang sempat mengukir sejarah sebagai pasangan suami istri pertama di Indonesia menduduki jabatan Bupati karena istrinya, Anie Ratna Lestari, juga menjadi Bupati Banyuwangi 2005-2010 ini.
Winasa menyatakan, dirinya tidak akan sepenuhnya menjalani hukuman selama 2 tahun 6 bulan, sebagaimana putusan kasasi MA. Hitung-hitungannya, ada potongan masa penahanan yang telah dijalaninya selama kisaran 7 bulan sejak dirinya dijebloskan ke Rutan Polda Bali pada 19 Januari 2011 (sebelum kemudian dipindahkan ke Rutan Negara, 26 Januari 2011) hinggga divonis bebas pengadilan tingkat pertama.
Selain itu, kata Winasa, ada lagi beberapa potongan hukuman seperti remisi yang dikeluarkan pemerintah bagi terpidana. “Jadi, kalau eksekusi dilakukan sekarang, hitungannya nanti sebelum Pilkada Jembrana 2015 supaya bebas dan bisa maju sebagai Calon Bupati,” tegas Winasa.
Winasa yang merasa tidak bersalah dalam kasus pabrik kompos ini, juga memastikan akan mengajukan proses hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan kasasi MA. Perkirakannya, ketika PK itu disetujui, masih ada celah untuk mengurangi hukuman.
“Tapi, ya memang eksekusi tetap jalan, dan PK kita juga jalan. Paling jelek, dari proses PK itu hukumannya tetap. Tidak mungkinlah ada penambahan hukuman, karena ini kan PK,” ujar Winasa.
Disinggung soal dirinya sudah dua kali menjabat sebagai Bupati Jembrana, menurut Winasa, berdasarkan aturan hanya melarang lebih dari dua kali menjabat secara berturut-turut. Sedangkan saat ini, Winasa sudah ada jeda pemerintahan di mana Bupati Jembrana 2010-2015 dipegang orang lain (Putu Artha).
Sekadar dicatat, saat Pilkada Jembrana, November 2010 lalu, Winasa tidak lagi nyalon. Sebab, dia sudah menjabat Bupati Jembrana dua kali periode secara berturut-turut. Kala itu, Winasa mendorong sang putra mahkotanya, Gede Patriana Krisna, sebagai Cabup Jembrana yang diusung koalisi Demokrat-Golkar.
Sayangnya, Patriana Krisna diungguli Putu Artha, mantan Wakil Bupati Jembrana 2005-2010 yang diusung PDIP sebagai Cabup Jembrana di Pilkada 2010. Ketika tarung Pilkada Jembrana 2010 digelar, mantan Bupati Winasa sudah mendekam di sel tahanan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan mesin pabrik kompos di Dusun Peh, Desa Kaliakah, Kecamatan Jembrana senilai Rp 2,3 miliar.
Banyak kalanyan yang menilai, andakan kala itu Winasa tidak berada di sel tahanan, Patriana Krisna sebagai Cabup Jembrana setengah incumbent---dari sisi ayahnya---akan sulit dikalahkan. Tapi, karena Winasa sudah ‘dihabisi’ duluan, Patriana Krisna mudah dikalahkan.
Ternyata, dalam sidang putusan atas kasusnya di PN Negara, 1 Juli 2011, mantan Bupati Winasa divonis bebas oleh majelis hakim. Alasannya, dakwaan primer maupun subsider yang didakwakan JPU dianggap tidak terbukti. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Negara yang sebelumnya menuntut terdakwa Winasa 6 tahun penjara plus denda Rp 500 juta subsider 10 bulan kurungan dan wajib bayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp 2 miliar, kemudian mengajukan kasasi ke MA. Setelah hampir 3 tahun menikmati kebebasan pasca divonis bebas di pengadilan tingkat pertama, mantan Bupati Winasa akhirnya tumbang di MA. Sebab, putusan kasasi MA memvonis mantan Bupati pemegang 7 penghargaan Muri (Museum Rekor Indonesia) ini 2,5 tahun penjara plus denda Rp 100 juta. Salinan putusan kasasi MA itu bernomor register 1875K/PID.SUS/2011 tertanggal 26 Juni 2013 tersebut baru diturunkan ke PN Negara, Senin (24/3) pagi.
Hingga saat ini, pihak Kejari Negara belum tetapkan jadwal eksekusi Winasa, karena masih menunggu berkoordinasi dengan sang mantan Bupati. Tapi, Kejari Negara sudah membentuk tim eksekutir beranggotakan 5 jaksa untuk mengeksekusi Winasa.
sumber : NusaBali