DENPASAR - ‘Teriakan’ tokoh yang mengaku pro lingkungan serta para aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di bidang lingkungan atas polusi dan kemacetan lalu lintas di Bali yang dimuat di media massa, akhirnya memunculkan wacana untuk menyetop jumlah kendaraan bermotor (ranmor) masuk Bali. Gubernur Made Mangku Pastika membeber pemikiran itu kepada sejumlah wartawan, di Press Room Pemprov Bali, Rabu (20/11).
Meski baru wacana, gambaran menghentikan pertumbuhan kendaraan di Bali sudah diambil ancang-ancang oleh Pemprov Bali dengan mengkajinya. Gubernur Pastika menyebutkan, Bali dihadapkan dengan masalah-masalah lingkungan dan lainnya karena diibaratkan Pulau Dewata ini sebagai gula yang manis. “Di Bali orangnya nambah terus, mereka perlu tempat tinggal, sehingga perlu lahan perumahan, mobil nambah terus. Bali kan ibarat gula yang diserbu semut- semut. Ya, kalau semutnya berhati baik. Kalau tidak bisa kacau,” ujarnya. Masalah penghentian ranmor, Pastika mengatakan dari aspek lalulintas Bali mengalami sesak karena daya dukung Bali yang terbatas. Dalam ilmu lalulintas kata mantan Kapolda Bali ini, ada aspek-aspek yang mendukungnya. Aspek engineering berupa infrastruktur lalulintas, aspek edukasi (pendidikan), aspek law enforcement (penegakan hukum).
Aspek engineering perlunya pembangunan jalan, kemudian diperlukan lampu lalulintas dan lainnya. “Ahli lingkungan selama ini sering komentar di media, Bali macet dan polusi. Kami berpikir dari jumlah ranmor di Bali kita stop dulu. Tidak menerima kendaraan mobil maupun sepeda motor baru mendaftar di Bali,” ujar Pastika. Bagaimana kalau yang pelancong masuk Bali? “Bentar dulu. Dengar dulu. Yang pelancong boleh masuk Bali, tetapi mereka kena pajak. Nanti mobil yang masuk Bali ada stikernya dan mereka bayar sesuai dengan lama ada di Bali. Kalau mereka keberatan jangan ke Bali. Ekstrim memang,” kata Pastika. “Karena apa? Karena jalan di Bali itu tentu rusak dan rakyat Bali juga yang membayar pajaknya. Ini pemikiran, belum keputusan. Jangan salah teman-teman wartawan menulis. Kalau di Singapura, mobil itu tidak boleh lebih dari 10 tahun. Lewat dari 10 tahun dikeluarkan dari Singapura.
Digencet dipak jadi besi tua. Sekali lagi ini pembanding. Jangan bilang nanti dikit-dikit membandingkan dengan Singapura,” ujarnya. Kata Pastika, kendaraan memang sudah over di Bali. Apalagi satu rumah ada dua mobil. Pemikiran ini memang pasti akan menimbulkan persoalan. Salah satu pedagang mobil pasti marah. Kemudian pendapatan pajak.”Memang kita tidak bisa menyenangkan semua pihak. Tahun depan kita sudah siapkan 30 bus Sarbagita lagi untuk angkutan massal,” ujar pria asal Desa Sanggalangit, Buleleng ini seraya menyebutkan kalau kebijakan bus massal salah satu mengantisipasi kebijakan pembatasan ranmor di Bali. Menurut Pastika, pembangunan Bali kedepan harus mengedepankan aspek- aspek yang bisa menjaga lingkungan. Selain itu ada aspek lainnya yang penting. Pembangunan yang Pro poor (kemiskinan), pro job (penciptaan lapangan kerja), pro growth (pertumbuhan) pro environment (ramah lingkungan), pro culture (berpihak pada budaya setempat).
“Aspek-aspek ini jangan dilupakan. Untuk masalah macet dan polusi sementara itu dulu,” ujar Pastika langsung beranjak dari tempat duduknya keluar dari press room.
sumber : NusaBali