Rabu, 6 Februari 2013, 08:09
Seperti diberitakan sebelumnya, Ade awalnya mengeluh panas badan, sakit menelan dan sakit mata diperiksakan ke BKIA Pekambingan. Di sana dia diperiksa dan diberikan empat macam obat yaitu paracetamol, amoxilin, domperido, dexamethasone. Setelah meminum obat tersebut sebanyak 2 kali, bintik-bintik seperti cacar muncul di bagian tangan dan terus mengalami pelebaran sehingga dibawa ke RS Wangaya untuk mendapatkan penanganan yang lebih intensif, namun setelah 9 hari dirawat, Ade menghembuskan nafas terakhir dengan
kondisi badan sudah menghitam dan melepuh.
kondisi badan sudah menghitam dan melepuh.
Menurut orangtua Ade, Made Nasa saat ditemui Selasa (5/2) kemarin di rumah duka, Jalan Bung Tomo X, malam hari sebelum Ade meninggal dia sempat mengeluh kedinginan. Nasa kemudian menanyakan dan meminta bantuan pada dokter yang berjaga. “Dokter hanya menyarankan supaya Ade diselimuti saja. Hal itu sih di rumah saja bisa saya lakukan, kami di sini kan berharap Ade cepat sembuh, malah dokternya tidak memberikan penanganan terhadap Ade,” jelas Nasa yang juga mengatakan detik-detik terakhir kehidupan Ade, tidak ada satu pun dokter jaga yang bisa dimintai tolong. Maka dari itu Nasa sangat tidak terima dengan kematian anaknya kesayangannya ini.
“Kematian seseorang memang Tuhan yang menentukan, yang membuat saya kecewa adalah janji yang pernah dikatakan pihak RS Wangaya kepada kami bahwa akan ada tim dokter yang menangani Ade secara intensif yang terdiri dari 10 dokter ahli, namun kenyataannya saat Ade memerlukan pertolongan medis, satu pun dokter tidak ada pada saat itu,” kesalnya.
Direktur Utama RS Wangaya, dr Setiawati Hartawan yang dikonfirmasi secara terpisah mengatakan, pihaknya tidak pernah berharap sampai sejauh ini. “Kita tetap menghormati. Ada rekam medisnya. Tim dokter itu terdiri dari anastesi sebanyak 2 dokter, ada spesialis kulit dan penyakit dalam yang memang tidak kelihatan di sana. Kemudian ada staf medik fungsional 5 orang,” jelasnya. “Secara ICU dirawat di IGD, dokter yang berjaga sudah ada di sana. Tidak mungkin pasien ditinggalkan,” lanjut Setiawati. Hingga Selasa (5/2) kemarin, pihak keluarga yang menunggu konfirmasi dari pihak BKIA tentang kejelasan penyebab kematian Ade belum ditanggapi. Sehingga pihak keluarga yang awalnya tidak ingin memperpanjang masalah ini, kemudian sepakat untuk melaporkan kasus ini ke Poltabes a Denpasar Selasa (5/2) kemarin oleh ibunya, Made Oka Wiryaningsih. Pihak kepolisian menyatakan bahwa hasil visum et repertum akan sangat membantu investigasi dari kepolisian untuk mengungkap yang sebenarnya.
Sementara dr Dudut, Kepala Instalasi Forensik RS Sanglah, mengatakan, pemeriksaan luar tidak bisa dilakukan terhadap jenazah Ade. “Karena jenazah sudah diformalin, kalau tetap dipaksaka nanti hasilnya pasti karena alergi formalin. Jadi pemeriksaan luar tidak dilakukan,” terangnya. Sedangkan proses otopsi sore kemarin, sedang berlangsung. Menurut Jan Purba, pengacara keluarga Ade, pihaknya tetap menggunakan asas pra duga tak bersalah. “Dari kecil Ade memang berobat ke BKIA, tapi kan dokternya pasti berganti-ganti. Kesalahan bisa saja terjadi tapi kan tidak sampai disengaja, jadi kami masih mendalami kasus ini. Pemeriksaan masih dijalani terhadap obat dan resep yang diberikan oleh dokter,” jelasnya sembari mengatakan masih menunggu hasil otopsi untuk memproses hukum lebih lanjut. Lanjut Jan, dokter memiliki suatu ikatan yang kuat. Pihaknya tidak menghakimi, semata-mata supaya tidak ada Ade-Ade lain yang mengalami nasib yang sama. “Kami melanjutkan kasus ini supaya jelas yang nantinya jangan sampai ada Ade-Ade yang lain,” tegasnya. Kakak Ade yang bernama Agus Angga Julio Nasa Pratama, 16, adalah orang terdekat Ade. “Kami berdua dekat banget, kemana mana pasti berdua. Bahkan ketika masing-masing sudah punya kamar pribadi, kami setiap harinya tidur dalam satu kamar,” kenang Angga yang sangat merasa kehilangan, terlebih sebelum Ade meninggal dialah yang dipanggil oleh Ade. “Waktu itu saya lagi ikut Kejurda di Karangasem, sudah siap tanding tiba-tiba ada kabar Ade telah tiada. Ayah bilang Ade menanyakan saya sebelum dia meninggal, saya sangat merasa bersalah karena tidak ada berada di samping saat detik-detik terakhirnya,” ujar Angga yang hanya beda 1 tahun dengan Ade dan memiliki bakat sama di bidang karate.
Sementara itu, ayah Ade, Made Nasa yang merupakan Atlet PON, mengaku anaknya sudah minat mendalami karate sejak SD kelas 1. “Dari kecil dia sudah tertarik dengan karate, bahkan dia berjanji akan menggantikan saya jadi atlet PON. Tentu saya sangat bangga dengan dia, bukan sekedar janji yang dia katakan. Ade juga membuktikannya dengan mengukir prestasi. Terakhir prestasi yang diraihnya berupa emas pada kejuaraan karate Lemkari se-Bali memperebutkan piala Ketewel III/2011 pada nomor komite +70 kg,” jelasnya sembari mengatakan Ade adalah anak yang manja, dia masih sering disuapi makan oleh ibunya dan masih sering duduk dipangkuan ayahnya. Lanjut Nasa, kondisi tubuh Ade sebelum meninggal layaknya korban Bom Bali. “Bisa dibayangkan, hitam, melepuh seluruh badannya. Kayak disiram minyak panas. Persis seperti korban Bom Bali,” ujar Nasa yang mengatakan akan melakukan kremasi terhadap Ade tanggal 7 Februari pukul 08.00 wita bertempat di krematorium Santa Yana di Peguyangan Kangin, Denpasar.
sumber : NusaBali