Jumat, 7 September 2012, 08:39
ist - v/g : yan andie |
Hasil kajian dan rumusan ‘Model Pemimpin Bali ke Depan’ yang dituangkan dalam bentuk buku ini telah diserahkan PWI Bali kepada para pimpinan parpol di Ruang Bali Hai Inna The Grand Bali Beach Hotel Sanur, Denpasar, Kamis (6/9). Selain para pimpinan parpol, dalam acara tersebut juga dihadirkan Wakil Kedua DPRD Bali Ketut Suandhi, Danram 163/Wirasatya Kolonel Inf Ida Bagus Purwa, serta pimpinan media dan wartawan senior.
Akademisi Universitas Ngurah Rai yang sekaligus pengamat politik dan sosial, Prof Tjokorda Gede Atmadja Karang, selaku tim perumus ‘Model Pemimpin Bali ke Depan’ juga dihadirkan bersama tim perumus lainnya, termasuk Prof Dr Ir Nyoman Sutjipta (akademisi Unud). Dalam ‘sekapur sirih’-nya di acara kemarin, Tjok Atmadja secara gamblang memaparkan model pemimpin yang dibutuhkan Bali ke depan, dari sisi figur, tipe,
dan program.
dan program.
Tjok Atmadja menegaskan, pemimpin Bali ke depan haruslah figur yang mampu sebagai politisi berwatak negarawan, sekaligus memihak pada kepentingan masyarakat Bali. Figur tersebut harus memiliki integritas moral, pengabdian, dedikasi, prestasi, dan tidak tercela. Pemimpin Bali ke depan mesti memihak kepada rakyat yang terpinggirkan tanpa membedakan suku, golongan, ras, dan agama.
“Sebagai birokrat, pemimpin Bali ke depan harus mampu melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, bebas dari KKN dalam upaya mewujudkan tertib hukum dan berkeadilan,” kata akademisi yang juga Rektor Universitas Ngurah Rai ini. “Sebagai pamong praja, pemimpin Bali harus mengayomi tanah dan rakyat Bali dalam mewujudkan ketentraman dan ketertiban dalam tatanan kehidupan beragama, berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.”
Selain itu, figur pemimpin mesti dilihat dari jejak-jejak sepanjang karier kepemimpinannya yang harus dalam koridor yang clean (memiliki kapabilitas, akseptabilitas, dan integritas) dan clear (di mana publik merasa ada kepercayaan dan keyakinan kepada yang bersangkutan). Figur tersebut, kata Tjok Atmadja, harus memiliki ‘mimpi’ berdasarkan ideologi yang diyakini, dan kemudian diperjuangkan untuk masa pembangunan dan kesejahteraan rakyat di wilayahnya
Yang tidak kalah pentingnya, kata Tjok Atmadja, pemimpin Bali ke depan harus mampu membangun jaringan kerja dalam skala regional, nasional, dan internasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Bali. Bertolak dari tantangan ke depan, maka pemimpin Bali nanti harus visioner dan berkelas, tidak cukup hanya bermodalkan jujur dan satya wacana.
”Pemimpin Bali ke depan tidak cukup hanya berwawasan Gilimanuk-Padangbai, tidak cukup hanya paham ngaben massal. Bali butuh figur pemimpin dan birokrat yang mampu melaksanakan pemerintahan dengan baik, jadi pengayom rakyat, dan punya kemampuan internasional,” beber Tjok Atmadja. Sementara, Wakil Ketua DPD I Golkar Bali I Gusti Putu Wijaya yang dapat kesempatan pertama untuk merespons hasil rumusan model ‘Kepemimpinan Bali ke Depan’ dalam acara kemarin, menyatakan sangat mengapresiasi pemikiran yang dirumuskan Tjok Atmadja cs bersama PWI. IGP Wijaya angat setuju dengan syarat pemimpin Bali ke depan mesti berwawasan internasional.
”Kita sadar betul, hubungan Bali dengan internasional selama ini, karena Bali adalah kawasan internasional. Jika pemimpin tidak memahami posisi Bali dan hubungannya dengan internasional, maka Bali bakal sulit maju. Pemimpin itu harus mampu mendiagnosa penyakit dan potensi Bali. Dan, yang penting adalah prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela,” tegas IGP Wijaya.
Wakil Ketua DPD PDIP Bali, Wayan Sutena, juga hampir senada. Mantan Ketua DPRD Klungkung ini mengapresiasi dan berjanji akan membawa rumusan ‘Model Pemimpin Bali ke Depan’ ini ke DPP PDIP. Dengan begitu, diharapkan nanti tidak muncul pemimpin yang didrop dari pusat berdasarkan kedekatan dan punya uang. “Kita akan bawa rumusan ini ke DPP PDIP, ini lho yang dibutuhkan Bali,” kata Sutena.
Menurut Sutena, saat ini pemimpin di Bali sering lupa dengan asal usulnya. Berdasarkan pengalaman, PDIP Bali sering melahirkan pemimpin, tapi kemudian yang dijadikan pemimpin kemudian lupa kawitan. “Ketika sang kepala daerah lupa dengan partai politik sebagai kawitannya, pasti kena kasus,” tandas politisi PDIP asal Desa Tegak, Kecamatan Klungkung ini.
Lain lagi tanggapan Ketua DPD PNIM Bali, I Gusti Ngurah Arya Wedakarna. Menurut [politisi yang juga Rektor Universitas Mahendradatta ini, satya wacana itu sangat penting bagi pemimpin, termasuk dengan pasangannya selama 5 tahun masa jabatan. “Kasus pelantikan Bupati Buleleng yang sampai digelar dua kali adalah kasus yang memalukan,” ujar Wedakarna.
Wedakarna juga menggarisbawahi begitu berkuasanya ketua partai, sehingga terjadi tarik ulur dalam kasus Perda RTRW Bali. “Ada ketua partai yang jelas-jelas menyatakan mendukung penuh Perda RTRW, tapi anak buahnya termasuk bupati disuruh melawan Perda RTRW. Ke depan, ini tak boleh terjadi. Pemimpin di Bali ke depan perlu mewujudkan gaya kepemimpinan seperti Bung Karno,” tegas Wedakarna seraya meminta mediajuga harus independen dan tidak terbawa kepentingan tokoh partai politik tertentu.
Dre@ming Post______
sumber : NusaBali