Kamis, 12 Juli 2012, 09:09
Warga Pangkung Karung Saat dikantor Bupati Tabanan |
Pertemuan segitiga terkait kasus pemekaran adat Desa Pangkung Karung kemarin digelar di Ruang Rapat Wakil Bupati Tabanan. Usai pertemuan tertutup yang dipimpin langsung Bendesa Agung (Ketua MUDP Bali) Jro Wayan Suwena tersebut, semua delegasi dari tiga kelompok yang dimediasi kompak melakukan aksi tutup mulut alias bungkam terhadap pers.
Sebelum pertemuan segitiga digelar di Ruang Rapat Wakil Bupati, terlebih dulu dilaksanakan acara acara sosialisasi keadaatan oleh MUDP Bali di Gedung Kesenian I Ketut Maria Tabanan, Rabu pagi. Acara sosialisasi keadatan ini diawali dengan persembahyangan bersama di Pura Puser Tasik yang berada di depan gedung kesenian.
Acara sosialisasi keadatan itu dihadiri langsung Bupati Tabanan Putu Eka Wiryastuti, Ketua DPRD Tabanan Ketut Suryadi, Kapolres Tabanan AKBP Dekananto Eko Purwono, dan Kepala Pengadilan Negeri (PN) Tabanan Dewa Yusmai Mahardika. Utusan dari Majelis Alit Desa Pakraman (MAD) Kecamatan Kerambitan, MADP Kecamatan Tabanan, dan MADP Kecamatan Kediri juga mengikuti kegiata ini. Demikian pula para bendesa adat se-Kecamatan Kerambitan, Kecamatan Tabanan, dan Kecamatan Kediri. Bahkan, Raja
Tabanan Cokorda Anglurah juga hadir bersama panglingsir Puri Kerambitan.
Tabanan Cokorda Anglurah juga hadir bersama panglingsir Puri Kerambitan.
Usai acara sosialisasi keadatan---yang banyak diisi dengan petuah-petuah bijak dari Raja Tabanan, Bendesa Agung, dan unsur Muspida Tabanan---, dilanjut dengan pertemuan segitiga pihak-pihak bersengketa di Ruang Wakil Bupati Tabanan, Rabu pagi pukul 10.00 Wita. Semula, pertemuan mediasi segitiga ini akan dilaksanakan di Gedung Kesenian Ketut Maria. Namun, informasinya, demi pertimbangan agar tidak terekspos media, lokasi mediasi dialihkan ke Kantor Bupati Tabanan. Mediasi yang digelar MUDP Bali ini diikuti 10 orang perwakilan dari Desa Adat Beda (selaku desa induk), 10 orang perwakilan dari Kelompok Besar Pangkung Karung (pro pemekaran adat), dan 5 orang perwakilan dari Kelompok Kecil Pangkung Karung (anti pemekaran adat).
Baik kubu Desa Adat Beda maupun Kelompok Besar Desa Pangkung Karung tidak mau berkomentar kepada pers setelah keluar dari ruang pertemuan. “No comment,” ujar Bendesa Adat Bedha, I Nyoman Suratha, yang notabene tokoh dari Kelompok Kecil 28 KK Desa Pangkung Karung. “Saya tidak mau berkomentar. Yang jelas, kami siap dimediasi,” sambung Kelian Adat Pangkung Karung, I Ketut Suidja. Informasi yang berhasil dikorek, dalam pertemuan segitiga kemarin, pihak-pihak yang bertikai sempat ditanyai MUDP Bali, apakah mereka mau dimediasi? Setelah mendapat jawaban bersedia, MUDP Bali kemudian meminta ketiga kelompok menandatangani kesepakatan paras paros. Bendesa Agung Jro Gede Suwena selanjutnya lebih banyak mengulas tentang syarat normatif pemekaran adat. Seusai pertemuan, Jro Gede Suwena mengatakan, ketiga kelompok yang berseteru sudah ada niat baik untuk saling berkomunikasi. Mereka juga sudah saling salam-salaman. “Mediasinya berjalan lancar dan sudah terbangun komunikasi antara kelompok yang selama ini berseteru,” jelas Suwena.
Ditanya soal hasil mediasi, menurut Suwena, pertemuan tersebut memang belum menghasilkan keputusan final sesuai harapan masing-masing kelompok. Artinya, disetujui atau tidak perjuangan Desa Pangkung Karung (Kelompok Besar) untuk melepaskan diri dari Desa Adat Bedha, juga belum ada keputusan. “Ini baru langkah awal mediasi. Selanjutnya, kita berikan mereka waktu auku (seminggu) untuk menyusun kronologis keinginan masing-masing,” tegas Suwena. Setelah itu, lanjut dia, MUDP Bali akan kembali mencari jadwal untuk melakukan mediasi berikutnya. “Kami tidak berani menargetkan kapan selesai, yang jelas kita ingin masalah ini cepat selesai tanpa ada yang merasa dirugikan.” Suwena menegaskan, paling tidak selama seminggu ke depan, tidak akan ada aksi anarkis di Desa Pangkung Karung. “Dalam pertemuan tadi, semua pihak menjamin tidak akan ada anarkisme di Pangkung Karung. Bila kesepakatan tersebut dilanggar, pihak kepolisian akan segera bertindak. Kami di MUDP Bali juga akan memberikan sanksi tegas,” tandas tokoh adat asal Karangasem ini.
Ditambahkan Suwena, MUDP Bali tidak melarang pemekaran, namun berusaha agar tidak terjadi pemekaran adat. Apabila hal tersebut tak bisa dihindari, maka 9 syarat pemekaran adat harus terpenuhi (oleh Kelompok Besar Desa Pangkung Karung). Salah satu saja dari 9 item persyaratan tersebut tidak terpenuhi, berarti gugur pula upaya pemekaran adat. Selama ini, salah satu item persyaratan yang mengganjal perjuangan Desa Pangkung Karung untuk memekarkan adat adalah tidak adanya persetujuan dari desa induk, yakni Desa Adat Bedha (desa pakraman yang melingkupi 38 banjar adat di tiga kecamatan).
Sementara itu, seusai pertemuan segitiga yang dimediasi MUDP Bali kemarin siang, tiga kubu berseteru kembali ke tempat masing-masing. Bahkan, ada upaya sowan dari prajuru Desa Adat Bedha ke Kelian Adat Pangkung Karung, I Ketut Suidja. Itu dibuktikan dengan dikirimnya empat prajuru (kertha desa) dari Desa Adat Bedha ke rumah Ketut Suidja di Desa Pangkung Karung kemarin. Kedatangan empat prajuru Desa Adat Bedha ke kediaman Bendesa Adat Pangkung Karung ini dalam rangka berkoordinasi mengenai upacara telu bulanan cucu sulung Bendesa Adat Beda, Nyoman Suratha, yang notabene tokoh Kelompok Kecil 28 KK di Desa Pangkung Karung. Upacara teli bulanan itu rencananya akan digelar pada Sukra Pon Kulantir, Jumat (13/7) besok. Empat prajuru yang dipimpin langsung Pangrajeg Desa Adat Bedha, I Wayan Suweta, diterima dengan baik oleh Ketut Suidja. Mereka sempat saling salam-salaman.
Hanya saja, Ketut Suwidja selaku Kelian Adat Pangkung Karung tidak mengabulkan permohonan upacara telu bulanan yang akan dilaksanakan di rumah keluarga Nyoman Suratha di Banjar Pangkung Karung Kawan. Alasannya, perjuangan pemekaran adat masih berproses dan belum ada keputusan dari MUDP Bali. Namun, Ketut Suidja menjamin selama proses mediasi ini, tidak akan terjadi hal-hal anarkis di Pangkung Karung, sebagai upaya menghormati kesepakatan pars paros. Ketut Wuwidja menyarankan upacara telu bulanan cucu Nyoman Suratha sebaiknya dilaksanakan di luar wilayah Desa Pangkung Karung. “Luka itu tak bisa disembuhkan seketika. Kami belum bisa penuhi untuk upacara telu bulanan cucu Pak Nyoman Suratha (yang telah diusir sekeluarga dari Desa Pangkung Karung sebulan lalu). Namun, untuk warga Kelompok Kecil lainnya, kita bisa izinkan,” terang Ketut Suidja.
Menurut Ketut Suidja, pihaknya telah menyampaikan kepada krama Desa Pangkung Karung untuk tidak melakukan tindakan apa pun yang mengganggu stabilitas keamanan. Dia juga menjamin tidak akan ada yang mengganggu warga Kelompok Kecil, kecuali didahului.
Jika Nyoman Suratha dan keluarganya yang telah diusir pulang kampung ke Banjar Pangkung Karung Kawan, kata Ketut Suwidja, diharapkan selalu melapor ke kelian banjar tentang maksud dan tujuannya. Jangan asal nyelonong masuk ke Desa Pangkung Karung. “Kalau tujuan pulang untuk sembahyang silakan, tapi ada batas waktunya. Usai sembahyang, harus langsung pergi lagi,” ingatnya. Dikonfirmasi secara terpisah soal tidak diizinkannya menggelar upacara telu bulanan cucunya di Desa Pangkung Karung, Nyoman Suratha mengaku tak masalah “Saya punya prinsip, kapan kita harus mandiri, tunjukkan kemandirian itu,” ujar Bendesa Adat Bedha yang kesehariannya menjadi dosen Fakultas Teknik Unud ini.
sumber : NusaBali