Kamis, 15 Desember 2011 02:09
ilustrasi |
Namun, sejumlah kabupaten masih memperdebatkan ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam Peraturan Dearah (Perda) Nomor 16 Tahun 2009 mengenai RTRW dengan alasan merugikan daerah.
Salah satu hal yang kuat diperdebatkan adalah pengaturan jarak pembangunan industri atau bisnis dengan kawasan suci yang mengadopsi dari bhisama (norma agama yang ditetapkan oleh Sabha Pandita PHDI Pusat sebagai pedoman pengamalan ajaran agama Hindu ). Sementara sejumlah lembaga swadaya masyarakat mendesak pemerintah tetap menjalankan perda tersebut dengan tegas.
Juru bicara Aliansi LSM Bali Gusti Kadek Sutawa yang juga Koordinator Aliansi Masyarakat Pariwisata Bali mendesak pemerintah daerah menghentikan perdebatan soal pasal-pas al dan mengubah lagi Perda RTRW
Bali tersebut.
Bali tersebut.
"Kami membutuhkan ketegasan pelaksanaannya bukan lagi pro dan kontra. Pembangunan Bali mulai meresahkan dan beberapa tak sesuai peraturan," katanya, di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Rabu (14/12).
Sutawa pun menyampaikan tiga pokok sikap dari aliansi yang disebut deklarasi itu di depan Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya serta Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Ketiga butir sikap itu intinya mendukung kajian-kajian perda hingga meminta realisasi pelaksanaann ya serta berjanji turut mengawasi pelaksanaan perda tersebut.
Sementara Gubernur Bali Made Mangku Pastika berterimakasih atas dukungan terhadap Perda RTRW Bali tersebut. Ia mengaku menyerahkan dan mengimbau kesadaran kabupaten/kota dalam pelaksanaan Perda RTRW.
Tujuan kami jelas, perda ini demi pemerataan dan kontrol pembangunan di Bali. Dan, perjalanan dari rencana hingga pengesahan itu pun panjang termasuk sosialisainya juga sudah dijalankan. Itu saja, ujar Pastika.
Hal senada juga dikatakan Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya. Ia pun berharap polemik untuk merevisi Perda RTRW ini segera diakhiri saja. Alasannya, protes terhadap pengesahan perda tidak masuk akal karena sebelum ditetapkan sudah melalui proses sosialisasi panjang.
Arjaya pun mengajak masyarakat agar turut mengawasi pelaksanaan perda ini. Soal beberapa kabupaten yang tetap bersikap keras untuk revisi, Arjaya menilai itu mencerminkan kekhawatiran daerah itu jika terbongkar pelanggaran-pelanggarannya.
Akhir November, beberapa bupati bersikeras perda harus direvisi karena merugikan daerah karena dikaitkkan dengan norma agama soal jarak pembangunan dengan kawasan suci. Mereka berharap ketentuan norma agama tidak bersifat mengikat dan dimasukan dalam pasal perda RTRW Bali.
Berdasarkan pengamatan Kompas, beberapa bangunan yang paling menyolok menabrak norma agama adalah perhotelan seperti di Bali bagian selatan , termasuk memasuki ketentuan sempadan pantai. Namun, bangunan itu bisa berdiri dan tetap berdiri hingga saat ini sejak perda disahkan hampir tiga tahun lalu.
sumber : Kompas