Menyingkap Berita Tanpa Ditutup Tutupi
Home » , » Pura Kehen Jadi Saksi Sejarah Tentang Kerajaan Bangli

Pura Kehen Jadi Saksi Sejarah Tentang Kerajaan Bangli

Written By Dre@ming Post on Senin, 24 September 2018 | 5:45:00 PM

Pura Kehen Bangli menjadi saksi sejarah tentang Kerajaan Bangli kala itu
BANGLI - Sejuk dan asri suasana di Banjar Pekuwon, Kelurahan Cempaga, Bangli.

Lokasinya yang mewilayahi Pura Kehen Bangli menjadi saksi sejarah tentang Kerajaan Bangli kala itu.

Pada masa kerajaan, wilayah Banjar Pekuwon dan Banjar Gunaksa merupakan satu kesatuan.

Untuk Banjar Pekuwon disebut sebagai Banjar Abian, lantaran wilayahnya yang berbukit sehingga digunakan masyarakat sekitar untuk bercocok tanam dan berkebun.

Sedangkan banjar Gunaksa disebut dengan Banjar Bias.

Sementara nama Pekuwon sendiri merupakan pengaruh dari kerajaan Majapahit, yang sejatinya bernama Pakuan Kong.

Pakuan berarti pusat atau macekin dan Kong yang artinya kakek atau leluhur.

“Bisa dibilang Pakuwon artinya pusat kota tua. Sebab dulunya pusat kerajaan memang berada di sini, sebelum akhirnya dipindahkan ke utara Pasar Kidul,” ujar Klian Banjar Pekuwon, I Wayan Suartama.

Ada semacam tradisi peninggalan leluhur di Banjar Pekuwon, untuk mendata krama pengemong sebanyak 33 KK (30 KK Banjar Pekuwon, dan 3 KK Banjar Gunaksa) dalam suatu petedunan.

Tradisi ini disebut dengan pemugeran dan hingga kini masih tetap dilestarikan oleh pengemong Pura Kehen.

Kata Suartama, pemugeran adalah sebuah alat presensi kuno dari kayu, dengan sisi depannya terdapat cabang-cabang yang juga dari kayu.

Absensi ini dilakukan untuk menandai krama yang tidak hadir dalam petedunan, untuk diberikan sanksi yang dibayarkan pada saat pesangkepan (35 hari).

“Absensi dilakukan oleh jero penyarikan, dan hanya beliaulah yang tau caranya. Ada tiga macam tanda yang disebut dengan dosa. Yakni berupa benang, pita warna putih, dan pita warna merah,” ujarnya.

Dedosaan atau denda berupa benang merupakan tingkatan terendah, dengan sanksi Rp 1.000 untuk satu ikat.

Pita warna putih adalah dedosan dengan sanksi standar, yang satu ikatnya bernilai Rp 2.000.

Sedangkan pita warna merah tingkatan dedosan terberat dengan sanksi sebesar Rp 5.000.

“Biasanya sanksi pita warna merah dijatuhkan pada krama saat tidak menghadiri ngayah diluar wilayah pura Kehen,” jelasnya.

Tak hanya Pemugeran, di Banjar Pekuwon juga masih tetap melestarikan tradisi lanlanan, yang dilangsungkan tiap tiga tahun sekali bertepatan dengan upacara ngusaba dewa.

Ketua Pokdarwis Kehen, I Ketut Wahya menjelaskan, tradisi lenlenan merupakan prosesi penimbangan jaja uli menggunakan alat timbang peninggalan leluhur yang tetap tersimpan di Pura Kehen lantaran disakralkan.

“Prosesi lenlenan ini untuk mengetahui kondisi kemakmuran wilayah sekitar dalam tiga tahun ke depan. Apabila timbangan jaja uli lebih berat, maka dalam tiga tahun ke depan wilayah sekitar akan mendapat kemakmuran. Sebaliknya, bila lebih ringan, maka akan mendapatkan bencana seperti gagal panen atau kekeringan,” jelasnya.

Pembuatan jaja uli dilakukan di puri bukit.

Prosesnya pun tidak bisa sembarangan.

Hanya gadis yang belum pernah menstruasi, atau anak laki-laki yang belum akil balig (menek kelih), serta lansia wanita yang telah menopause yang diperbolehkan untuk membuat jaja uli ini.

“Selain itu bahan pembuatan jaja uli berupa beras ketan harus kualitas satu. Artinya tidak boleh rusak (patah), maupun masih ada kulitnya. Jaja uli ini setelah jadi, akan dihantarkan ke pura untuk ditimbang oleh Jero Mangku Gede. Prosesi ini akan dilakukan pada rentetan Karya Ngusaba tanggal 24 Oktober nanti,” ucapnya.

Suara Kulkul Terdengar hingga Bangli

Banjar Pekuwon memang erat kaitannya dengan Pura Kehen, termasuk dengan desa, banjar, maupun pura yang berada di wilayah sekitar.

Seluruhnya bersatu dalam satu kesatuan yang utuh dikenal dengan istilah Gebug Domas.

Klian Banjar Pekuwon, I Wayan Suartama mengatakan, istilah Gebug Domas ini ditujukan bagi desa-desa yang juga menjadi pengempon Pura Kehen sebagai Bebanuan Pura Kehen.

“Pengempon Pura Kehen meliputi Banjar Blungbang, Banjar Pule, Banjar Kawan, Banjar Pande, Banjar Tegallalang, Banjar Geria, Banjar Nyalian, Banjar Penatahan, Banjar Tanggahan Peken, Banjar Pukuh, Banjar Demulih, Banjar Pengelipuran, Banjar Kubu, Banjar Bebalang, Banjar Tegal, Banjar Sedit, Banjar Gancan, Banjar Sembung, Banjar Petak, Banjar Gunaksa, Banjar Tegal Suci, Banjar Sidembunut, dan Banjar Guliang Kawan,” sebutnya.

Ada sebuah pemandangan unik yang terlihat saat memasuki areal madia mandala pura, yakni sebuah bale kulkul yang berada di atas pohon beringin.

Kata Suartama, bale kulkul tersebut merupakan penanda bagi pengempon pura bahwa karya akan segera dimulai.

“Hingga sekarang bale kulkul ini masih difungsikan. Suaranya keras hingga Bangli bisa terdengar,” ujarnya.

Ketua Pokdarwis Kehen, I Ketut Wahya menambahkan, Pura Kehen Bangli, masih memiliki hubungan dengan Pura Ratu Gede Pacering Jagat di Desa Terunyan, Kintamani.

Berdasarkan cerita rakyat, kala itu anak dari raja di Desa Terunyan jatuh cinta dengan putri raja di Bangli hingga kemudian menikah dan bertempat di wilayah Tamansari (Banjar Sidembunut, Bangli).

Beberapa tahun kemudian, terjadi kekeringan di wilayah Bangli hingga akhirnya Raja Bangli Sri Adhikunti Ketana yang pada masa itu memerintah membuat Kepiting Besi dan Belut Besi.

“Setelah itu, raja memerintahkan menantu untuk menenggelamkan kepiting dan belut besi ini ke Danau Batur. Untuk membuat saluran air, hingga akhirnya wilayah Bangli tidak kekeringan. Setelah itu, kepiting dan belut besi tersebut diangkat dan disungsung ke Terunyan. Sebab inilah Pura Kehen ada hubungan dengan Pura Ratu Gede Pancering Jagad, dan pada karya bulan Oktober ini, Meru Tumpang di Desa Terunyan juga disungsung ke Pura Kehen mulai dari tanggal 19 Oktober hingga 22 Oktober,” tandansya.









sumber : tribun
Share this article :

Dunia Bintang School

Visitors Today

Recent Post

Popular Posts

Hot Post

Dua Pemancing Tergulung Ombak Di Tanah Lot Masih Misteri

Dua Orang Hilang di Lautan Tanah Lot, Terungkap Fakta: Istri Melarang dan Pesan Perhatikan Ombak TABANAN - Sekitar sembilan jam lamany...

 
Support : Dre@ming Post | Dre@aming Group | I Wayan Arjawa, ST
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bali - All Rights Reserved
Template Design by Dre@ming Post Published by Hot News Seventeen