"Rare Bali Festival", sebuah kegiatan bernuansa seni bagi anak-anak yang dirintis Rumah Budaya Penggak Men Mersi Puri Kesiman mendapat dukungan  Pemerintah Kota Denpasar.
Kegiatan yang melibatkan sekitar 1.200 anak-anak usia sekolah dasar (SD) di Kota Denpasar itu antara lain diisi pameran seni rupa yang melibatkan 55 anak dari usia 3-15 tahun dengan menampilkan 75 lukisan, sepuluh karya keramik dan tiga karya drawing.
Selain itu juga diisi dengan pawai budaya menonjolkan permainan  tradisional anak-anak yang berlangsung selama tiga hari, 7-9 Agustus 2014 yang dibuka  Pangdam IX Udayana Mayjen TNI Wisnu Bawa Tenaya, Wali Kota Denpasar Ida  Bagus Rai  Dharmawijaya Mantra dan tokoh Puri Kesiman Anak Agung Ngurah Kusuma  Wardhana.
Kegiatan itu bertujuan untuk ikut melestarikan seni budaya Bali sekaligus menyiapkan anak-anak yang cerdas untuk dapat menyongsong masa depannya dengan baik. 
Dalam pawai budaya yang khusus melibatkan anak-anak itu juga ditampilklan lima jenis barong yang pentas ngelawang yakni berpindah- pindah yang mampu mendapat perhatian masyarakat Kota Denpasar.
Pengelingsir Puri Kesiman, A.A Ngurah Kusuma Wardana dan Ketua Panitia I Kadek Wahyudita pada akhir kegiatan itu menyerahkan penghargaan  "Rare Bali Awards" kepada I Made Taro, seorang seniman  permainan anak-anak.
Penghargaan dari  Rumah Budaya Penggak Men Mersi  Puri Kesiman itu didasari atas penilaian sosok I Made Taro (75)  dengan segala ketulusannya mengabdikan kreativitasnya kepada anak-anak dengan mengusung nilai-nilai kebudayaan tradisi Bali melalui permainan tradisional.
Sosok pria sederhana yang tampak sehat bugar pada usia "senjanya" itu, memang sangat akrab dengan dunia anak-anak dengan kehidupan seni dan budaya yang berkembang dalam lingkungan sekitarnya.
Aktivitas kehidupan yang digelutinya tidak bisa dipisahkan dari seni, keadaan itu mengantarkan  Drs I Made Taro  menjadi seniman serba bisa, terutama permainan tradisional di kalangan anak-anak.
Pria kelahiran Karangasem 16 April 1939 yang sempat mengabdikan diri sebagai guru Sekolah menengah umum di Kota Denpasar itu mempunyai kesenangan menulis cirita, pencipta lagu  dan melestarikan permainan tradisional.
Lewat Sanggar Kukuruyuk dan pasraman atau mirip pesantren yang dirintisnya di kawasan Suwung Kangin, Kota Denpasar sejak tahun 1973 atau 41 tahun yang silam melatih dan mengasuh sekitar 5.000 anak-anak.
Anak-anak seusia sekolah dasar itu menekuni aneka jenis permainan tradisional yang dikolaborasikan dengan rindik, instrumen gamelan yang terbuat dari bahan bambu.
Bali sedikitnya memiliki 200 jenis permainan tradisional yang biasa dilakoni oleh anak-anak pra sekolah maupun seusia Sekolah Dasar (SD).
Dari jumlah itu 81 jenis diantaranya berhasil dikemas dalam bentuk seni dan dipentaskan dalam memeriahkan Pesta Kesenian Bali (PKB), aktivitas tahunan seniman di Pulau Dewata.
Suami dari Ni Wayan Wati yang sering dipercaya sebagai koordinator pementasan permainan anak-anak memeriahkan PKB itu  mengaku, sangat kaget dan terharu atas pemberian penghargaan "Rare Bali Awards"  yang tak ternilai.
Tokoh Puri Kesiman A.A Ngurah Kusuma Wardana mengaku sengaja memberikan apresiasi  terhadap sosok Made Taro atas  pengabdiannya kepada dunia anak- anak, yakni telah memperhatikan tunas bangsa melalui  permainan anak-anak. 
"Mari kita pelihara tunas-tunas atau anak-anak kita sebagai generasi penerus bangsa ini," kata A.A Ngurah Kusuma Wardana.
Made Taro dalam aktivitas kesehariannya meman sangat gigih dalam menciptakan permainan anak-anak yang dipadukan dengan gerak dari yang diiringi dengan alunan musik tradisional Bali.
I Made Taro, pensiunan guru SMU Negeri II Denpasar kiprahnya dalam bidang seni menulis 30 buku tentang permainan tradisional dan lagu yang sangat disenangi oleh anak-anak.
Selain itu menggali dan melestarikan lagu daerah Bali bernuansa anak-anak sekitar 225 judul, disamping mendapat kepercayaan untuk menatar para guru-guru bidang studi Bahasa Daerah Bali tentang cerita dan permainan tradisional.
Demikian pula sering mendapat kepercayaan sebagai pembicara seminar yang berkaitan dengan permainan tradisional di Bali, nasional antara lain ke Jakarta, Padang dan Surabaya.
Tampil sebagai pembicara dalam kegiatan internasional antara lain di Australia, Afrika Selatan dan Singapura.
Buat Rindik
Sosok Made Taro yang aktif menciptakan kreasi baru untuk mengiringi permainan anak-anak itu juga memiliki keahlian membuat rindik, alat musik tradisional Bali yang terbuat dari bahan bambu.
Perangkat musik tradisional Bali dari bahan bambu itu khusus untuk mengiringi permainan anak-anak atau biasa juga digunakan untuk mengiringi tari Joged, sejenis tari pergaulan untuk muda-mudi.
Ayah dari Gede Tarmada, Made Termeda, Nyoman Tardama dan Ketut Tarmadi itu tak henti-hentinya memberikan inspirasi dalam menciptakan karya baru bermutu, yakni membuat berbagai jenis rindik, yang memiliki suara merdu sanggup untuk mengiringi berbagai jenis tari maupun permainan tradisional.
Pada acara penobatan  "Rare Bali Awards" kepada Made Taro sekaligus berakhirnya "Rare Bali Festival" yang pertama itu dimeriahkan dengan pementasan Operet "Calonarang" oleh Anak-anak SD 22 Dangin Puri yang mampu menarik perhatian masyarakat setempat. 
Pementasan sarat dengan pesan moral agar anak-anak tidak berprasangka terhadap teman sekitarnya, namun  mesti bisa menjaga kebersamaan untuk keharmonisan.
Kepala Badan KBPP Kota Denpasar,  I Gusti Agung Laksmi Dharmayanti  mewakili Wali Kota Denpasar memberikan apresiasi atas kegiatan Rare Bali Festival  serangkaian Hari AnakNasional.
Panglima Komando Daerah Militer IX/Udayana Mayor Jenderal  TNI Wisnu Bawa Tenaya ketika membuka "Rare Bali Festival" mengharapkan menumbuhkan kembali tradisi budaya kepada anak-anak.
Untuk itu mari meningkatkan budaya Bali agar energi Bali terpelihara bersama dan menyiapkan  anak-anak untuk cerdas menjadi calon pemimpin bangsa. Pemberian wahana melalui ajang festival diharapkan menjadi  momentum bagi generasi muda sejak dini yang tak melupakan warisan budaya bangsa.
Menurut Ketua Panitia Kadek Wahyudita "Rare Bali Festival" tersebut merupakan ajang memberikan ruang bagi anak-anak untuk mencintai budaya lokal di tengah kekhawatiran akan gerusan budaya asing.
Fenomena akan gempuran budaya asing seperti permainan "playstation" dan "game  online" kepada anak-anak apabila dikhawatirkan akan menggeser tradisi dan permainan lokal Bali.
"Festival ini dikemas menjadi wadah komunikasi bagi anak-anak untuk saling mengenal tanpa melihat status sosial, kekurangan, keberuntungan, dan ini terbuka bagi semua anak," ucapnya.
Untuk itu Rumah Budaya Penggak Men Mersi Puri Kesiman, Denpasar, Bali  mengarahkan anak-anak sejak dini untuk mendapat pemahaman nilai-nilai keadaban yang  tersimpan dalam kebudayaan bangsa Indonesia.
Pemahaman tentang seni dan budaya  di kalangan anak-anak dilakukan seiring dengan laju perkembangan zaman dan nilai-nilai yang ditawarkan dalam seni permainan tradisional anak.
Permainan tradisional anak-anak yang biasa dilakoninya, belakangan ini mulai tergeser dengan hadirnya berbagai bentuk permainan berteknologi modern.  Jenis permainan itu antara lain  "playstation", dan "game online" hasil  karya budaya industri modern.
Kondisi demikian tanpa disadari menggiring anak-anak menjadi sosok individualis, sehingga anak-anak kini kehilangan ruang publik, ruang tumbuh kembangnya permainan anak- anak.
Dengan demikian penerus bangsa ini dihadapkan dengan berbagai  persoalan seperti kehilangan masa bermain akibat sistem pendidikan. Penentu masa depan ini,  juga menjadi sasaran  aksi kejahatan seperti kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang belakangan marak terjadi.
Oleh sebab itu pihaknya dengan dukungan Pemerintah Kota Denpasar menggelar "Rare Bali Festival" yang diharapkan dapat digelar secara berkesinambungan di masa-masa mendatang. 
sumber : antarabali 
 

 



 
 
 
 
